Sunday, April 15, 2012

kegelisahan dan bagaimana cara kita mengatasi kegelisahan itu


Kegelisahan adalah rasa tidak aman, nyaman, terhadap sesuatu. Seperti gelisah waktu ujian, gelisah waktu naik bis, dan sebagainya. Menurut beberapa ahli kegelisahan itu ada tiga :
Pertama, kegelisahan obyektif. Kegelisahan ini muncul karena sesuatu seperti kegelisahan waktu naik bis, kegelisahan ketika ada kecoan, dan sebagainya.
Kedua, kegelisahan syaraf. Kegelisahan ini disebabkan karena rasa takut tinggal di tempat yang baru.
Ketiga, kegelisahan moril. Kegelisahan ini didaoat karena munculnyarasa iri. Iri karena tidak mempunyai apa yang dimiliki orang lain.
salah satu cara yang ampuh untuk mengusir kegelisahan adalah menenang pikiran berpositif thingking dan kembalilah pada iman kita disana tempat kita menyandar pada yang tempat yang tepat.


Perlu diingat kegelisahan yang kita alami akan semakin menguat atau bertambah apabila kita terus memikirkan sesuatu yang membuat kita gelisah.sebenarnya yang memperparah kegelisahan itu bisa jadi diri kita sendiri dengan terus memikirkan tentang “bagaimana kalau..kenapa..apa yang harus dilakukan kalau…”  jadi berhentilah memikirkan semua itu, mungkin tips berikut ini dapat membantu mengurangi kegelisahan anda

Positive thinking, adalah cara ampuh untuk mengurangi kegelisahan.pikirkan hal baik yang akan terjadi sekalipun yang akan terjadi itu sudah pasti adalah hal buruk.tapi berusahalah untuk terus memiliki pikiran yang jernih dan sehat
Lakukan hal-hal yang dapat membuat mu relax kembali seperti istirahat di ruangan yang nyaman,mendengarkan music lembut, berjalan-jalan untuk menenangkan pikiran
Share masalahmu ke orang terdekat, banyak orang bilang kebahagiaan yang dibagi dengan orang lain dapat bertambah 2kali lipat dan kesedihan yang kita share ke orang lain dapat berkurang setengahnya
Dekati kegelisahan itu sendiri, dengan melihat apa sih yang benar-benar membuat kita gelisah dan kenapa kita bisa gelisah karena hal itu, misalnya kita gelisah karena besok ada ujian penting, hancurkan kegelisahan itu dengan berusaha sebaik-baiknya  untuk belajar dan tetap percaya diri. Atau gelisah karena seorang ibu menunggu anaknya yang belum pulang padahal sudah lewat jam pulang sekolah  dengan menelpon temannya, atau mendatangi sekolahnya
Just let it go, sekali-kali bersikap cuek dapat bermanfaat juga tapi harus ada takarannya

Pandangan hidup & Pentingnya pandangan hidup bagi kita


Pengertian Pandangan Hidup


Setiap manusia mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup itu bersifat kodrati. Karena itu ia menentukan masa depan seseorang. Untuk itu perlu dijelaskan pula apa arti pandangan hidup. Pandangan hidup artinya pendapat atau pertimbangan yang dijadikan pegangan, pedoman, arahan, petunjuk hidup di dunia. Pendapat atau pertimbangan itu merupakan hasil pemikiran manusia berdasarkan pengalaman sejarah menurut waktu dan tempat hidupnya.

Pandangan hidup banyak sekali macamnya dan ragamnya. Akan tetapi pandangan hidup dapat diklasifikasikan berdasarkan asalnya yaitu terdiri dari 3 macam :

Pandangan hidup yang berasal dari agama yaitu pandangan hidup yang mutlak kebenarannya.
Pandangan hidup yang berupa ideologi yang disesuaikan dengan kebudayaan dan norma yang terdapat pada negara tersebut.
Pandangan hidup hasil renungan yaitu pandangan hidup yang relatif kebenarannya

Setiap manusia mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup itu bersifat kodrati karena ia menentukan masa depanseseorang. Pandangan hidup artinya pendapat atau pertimbangan yang dijadikan pegangan, pedoman, arahan, petunjukhidup di dunia. Pendapat atau pertimbangan itu merupakan hasil pemikiran manusia berdasarkan pengalaman sejarahmenurut waktu dan tempat hidupnya. Dengan demikian pandangan hidup itu bukanlah timbul seketika atau dalam waktuyang singkat saja, melainkan melalui proses waktu yang lama dan terus menerus, sehingga hasil pemikiran itu dapat diujikenyataannya. Hasil pemikiran itu dapat diterima oleh akal, sehingga diakui kebenarannya. Atas dasar itu manusiamenerima hasil pemikiran itu sebagai pegangan, pedoman, arahan, atau petunjuk yang disebut pandangan hidup.Pandangan hidup berdasarkan asalnya yaitu terdiri dari 3 macam :1.Pandangan hidup yang berasal dari agama yaitu pandangan hidup yang mutlak kebenarannya2.Pandangan hidup yang berupa ideology yang disesuaikan dengan kebudayaan dan norma yang terdapat pada suatuNegara3.Pandangan hidup hasil renungan yaitu pandangan hidup yang relatif kebenarannya.Apabila pandangan hidup itu diterima oleh sekelompok orang sebagai pendukung suatu organisasi, maka panandanganhidup itu disebut ideology. Pandangan hidup pada dasarnya mempunyai unsure-unsur yaitu : cita-cita, kebajikan, usaha,keyakinan/kepercayaan. CIta-cita ialah apa yang diinginkan yang mungkin dapat dicapai dengan usaha atau perjuangan.Tujuan yang hendak dicapai ialah kebajikan, yaitu segala hal yang baik yang membuat manusia makmur, bahagia, damai,tentram. Usaha atau perjuangan adalah kerja keras yang dilandasi keyakinan/kepercayaan. Keyakinan/kepercayaan diukur dengan kemampuan akal, kemampuan jasmana, dan kepercayaan kepada Tuhan.

B. Cita – Cita

Menurut kamus umum bahasa Indonesia, yang disebut cita – cita adalah keinginan, harapan, tujuan yang selalu ada dalam pikiran. Baik keinginan, harapan, maupun tujuan merupakan apa yang mau diperoleh seseorang pada masa mendatang. Dengan demikian cita – cita merupakan pandangan masa depan, merupakan pandangan hidup yang akan datang. Pada umumnya cita – cita merupakan semacam garis linier yang makin tinggi, dengan perkataan lain, cita – cita merupakan keinginan, harapan dan tujuan manusia yang makin tinggi tingkatannya.

C. Kebajikan

Kebajikan atau kebaikan atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan pada hakekatnya sama dengan perbuatan moral, perbuatan yang sesuai dengan norma – norma agama dan etika.

Untuk melihat apa itu kebajikan, kita harus melihat dari tiga segi, yaitu manusia sebagai mahluk pribadi, manusia sebagai anggota masyarakat dan manusia sebagai mahluk Tuhan.

Sebagai mahluk pribadi, manusia dapat menentukan senditi apa yang baik dan apa yang buruk. Suara hati selalu memilih yang baik, sebab itu ia selalu mendesak orang untuk berbuat yang baik bagi dirinya.
Sebagai anggota masyarakat, maka seseorang juga terikat dengan suara masyarakat. Setiap masyarakat adalah kumpulan pribadi – pribadi, sebagaimana suara hati tiap pribadi selalu menginginkan yang baik.
Sebagai mahluk Tuhan, manusia pun harus mendengarkan perintah Tuhan. Perintah tuhan selalu memerintahkan agar manusia berbuat baik dan menghindari perbuatan yang tidak baik.
D. Usaha / Perjuangan

Usaha / perjuangan adalah kerja keras untuk mewujudkan cita – cita. Setiap manusia harus kerja keras untuk kelanjutan hidupnya. Sebagian hidup manusia adalah usaha / perjuangan. Perjuangan untuk hidup dan ini sudah kodrat manusia. Tanpa usaha / perjuangan, manusia tidak dapat hidup sempurna. Apabila manusia bercita – cita menjadi kaya, ia harus bekerja keras. Apabila seseorang bercita – cita menjadi ilmuwan, ia harus rajin belajar dan tekun serta memenuhi semua ketentuan akademik.

E. Keyakinan / Kepercayaan

Keyakinan / kepercayaan yang menjadi dasar pandangan hidup berasal dari akal atau kekuasaan Tuhan. Menurut Prof.Dr.Harun Nasution, ada tiga aliran filsafat, yaitu aliran naturalisme, aliran intelektualisme dan aliran gabungan.

Aliran Naturalisme, hidup manusia itu dihubungkan dengan kekuatan gaib yang merupakan kekuatan tertinggi.
Aliran Intelektualisme, dasar aliran ini adalah logika / akal. Manusia mengutamakan akal, dengan akal manusia berpikir. Mana yang benar menurut akal itulah yang baik walaupun bertentangan dengan hati nurani.
Aliran Gabungan, dasar aliran ini ialah kekuatan gaib dan juga akal. Kekuata gaib artinya kekuatany yang berasal dari Tuhan (percaya adanya Tuhan sebagai dasar keyakinan). Sedangkan akal adalah dasar kebudayaan, yang menentukan benar tidaknya sesuatu.
F. Langkah – Langkah Berpandangan Hidup Yang Baik

Manusia pasti mempunyai pandangan hidup walau bagaimanapun bentuknya. Bagaimana kita memperlakukan pandangan hidup itu tergantung pada orang bersangkutan. Ada yang memperlakukan pandangan hidup itu sebagai sarana mencapai tujuan dan ada pula yang memperlakukan sebagai penimbul kesejahteraan, ketentraman dan sebagainya.

Akan tetapi yang terpenting, kita seharusnya mempunyai langkah – langkah berpandangan hidup. Adapun langkah – langkah itu sebagai berikut :

Mengenal, merupakan suatu kodrat bagi manusia yaitu merupakan tahap pertama dari setiap aktifitas hidupnya yang dalam hal ini mengenal apa itu pandangan hidup.
Mengerti, yang dimaksud dengan mengerti disini adalah mengerti terhadap pandangan hidup itu sendiri.
Menghayati, dengan menghayati pandangan hidup kita dapat memperoleh gambaran yang tepat dan benar mengenai kebenaran pandangan hidup itu sendiri.
Meyakini, merupakan suatu hal untuk cenderung memperoleh suatu kepastian sehingga dapat mencapai suatu tujuan hidupnya.
Mengabdi, pengabdian merupakan suatu hal yang penting dalam menghayati dan meyakini sesuatu yang telah dibenarkan dan diterima, baik oleh dirinya lebih – lebih orang lain. Dengan mengabdi maka kita akan merasakan manfaat dari tujuan hidup yang kita hayati dan yakini tersebut.

Saturday, April 14, 2012

Cara membuat luas segitiga menggunakan ruby

print "masukkan tinggi : "
x = gets.to_i
temp = x
i = 1
while i <= x
k = 1
while temp >= 1
print " "
temp -= 1
end
while k <= i
print "* "
k+=1
end
temp = x - i
i += 1
puts""
end

Saturday, April 7, 2012

Direct And Indirect Speech

Direct And Indirect Speech

A.    Direct Speech
Mengatakan apa kata seseorang disebut direct speech (terkadang disebut pidato dikutip). Berikut apa seseorang mengatakan muncul dalam tanda kutip ("...") dan harus kata demi kata.

B.    Indirect Speech

Indirect speech,tidak menggunakan tanda kutip untuk menyertakan apa yang orang katakan dan tidak harus kata demi kata. Saat melaporkan pidato tegang biasanya berubah. Hal ini karena ketika kita menggunakan pidato dilaporkan, kita biasanya berbicara tentang waktu di masa lalu (karena sudah jelas orang yang berbicara awalnya berbicara di masa lalu). Kata kerja karena itu biasanya harus di masa lalu juga.

 

cara membuat jam pasir ? codingan

y="y"
while y == "y" :
    inp = int(raw_input("\nMasukkan tinggi : "))
    inp +=1
    print ""
    for i in range(0,inp-2,1) :
        for j in range(0,i,1) :
            print " ",

        for k in range(i+1,inp,1) :
            print "*",

        for l in range(inp,i+2,-1) :
            print "*",

        print ""

    for i in range(1,inp,1) :
        for l in range(inp-1,i,-1) :
            print " ",

        for k in range(1,i,1) :
            print "*",

        for j in range(0,i,1) :
            print "*",

        print ""

    print"\n"
    y=raw_input("Apakah anda ingin melanjut lagi (y/t) = ")

Cara mempercepat mozzilla

Bagi kamu pengguna browser Mozilla Firefox, kini saya akan memeberikan bebrapa tips untuk mempercepat koneksi browser mozilla. Jika kamu melakukan browsing di warnet yang pasti koneksinya dibatasi oleh proxy tentu kamu akan merasakan browser kamu sedikit lambat. Sekarang mari kita hack browser Mozilla agar koneksinya berlipat.

1. Buka Mozilla.
2. Ketikan di addres bar "about:config" (tanpa tanda patik).
3. Scroll mouse anda kebawah dan cari "network.http.max-connections", double klik dan masukan nilai "64".
4. Cari "network.http.max-connections-per-server", double klik dan masukan nilai "21".
5. Cari 'network.http.max-persistent-connections-per-server", double klik dan masukan nilai "8".
6. Doube klik pada "network.http.pipelining " menjadi "true".
7. Cari "network.http.pipelining.maxrequests", double klik dan masukan nilai "100".
8. Double klik pada "network.http.proxy.pipelining" menjadi "true".
9. Langkah terakhir, klik kanan dimana saja pilih :
New >> integrar >> lalu tulis "nglayout.initialpaint.delay" (tanpa tanda petik". Kemudian masukan nilai "0".

Close Mozilla kamu, kemudian buka lagi dan bandingkan kecepatan nya sebelum kamu melakukan setting tadi.

Wednesday, March 28, 2012

Mengatasi gangguan Psikis / kejiwaan melalui ritual keagamaan/ kepercayaan masing masing.


Agama bagi sebagian besar orang menjadi kebutuhan yang paling esensial di antara kebutuhan-kebutuhan lainnya
karena agama adalah kebutuhan mendasar dari manusia yang menginginkan kedamaian dan kebahagiaan. Agama memiliki
peranan vital dalam kehidupan manusia, mengatur tatanan kehidupan secara pribadi sekaligus memberikan kontribusi yang
sangat meyakinkan bagi kehidupan dan tatanan struktur sosial kemasyarakat. Dilihat dari perannya, maka agama mengatur
pemeluknya untuk senantiasa berada dalam rel-rel yang telah ditentukan. Sementara itu, aturan yang terdapat dalam agama
(Islam) mencakup seluruh aspek kebutuhan manusia, baik manusia sebagai makhluk individu dengan bebagai kebutuhan
dan egonya, maupun manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berhubungan dengan orang lain. Keyakinan terhadap
agama memberikan efek bagi setiap individu karena agama mampu menggairahkan semangat hidup seseorang, meluaskan
kepribadian, memperbarui daya hidup, serta mampu memberikan makna dan kemuliaan baru pada hal-hal yang biasa dalam
kehidupan.
C.G. Jung, seorang psikiater Swiss mengungkapkan bahwa agama adalah jalanmenuju keutuhan.1 Dengan demikian,
tidak ada jalan lain untuk mencapai kesempurnaan pada diri seseorang sebelum ia meyakini dan menjalankan ajaran agama
yang diyakininya. Ia berpendapat bahwa kita akan menemukan kualitas jiwa keagamaan yang maksimal, manakala kita
melakukan aktualisasi diri atau ritual-ritual keagamaan secara mandiri (dengan khusu’), dan tidak akan diperoleh hanya
dengan mengikuti ritual-ritual keagamaan secara kolektif.
Agama bagi Jung didefinisikan sebagai keterkaitan antara kesadaran dan proses psikis tidak sadar yang memiliki
kehidupan tersendiri.2 Dengan demikian, agama baginya sangat berperan positif dalam penyembuhan dan pengembangan
psikologis manusia. Agama sangat membantu seseorang dalam menemukan jati diri atau pribadinya, the self. Proses dan
perkembangan untuk menemukan jati diri itulah yang disebut dengan individuasi. Ia menyebutkan bahwa ada empat arketip
paling mendasar yang menunjukkan kejiwaan seseorang yang paling mendasar, yaitu persona, animus, anima,dan shadow.
Persona seseorang akan menutupi ego dan kekurangan seseorang sehingga yang tampak adalah “penampakan” yang
terbaik. Hal ini biasanya berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan “buruk” dalam pandangan orang banyak, namun dimiliki
seseorang sehingga persona ini merupakan penampakan image baik di hadapan orang lain. Misalnya, bagaimana seseorang
tahu diri untuk menahan buang angin, tatkala sedang berkumpul dengan teman-teman. Sementara animus dan animadipandang sebagai aspek kejiwaan yang paling penting dari sudut pandang klinis. Animus
merupakan aspek kelaki-lakian yang terdapat pada diri seorang wanita, sedangkan anima merupakan aspek kewanitaan yang
ada pada diri laki-laki. Masing-masing termasuk pula cara masing-masing merasakan, menilai, membuat konsep, dan
berhubungan. Baik animus maupun anima berperan membimbing kejiwaan seseorang saat berinteraksi gejolak kejiwaan
satu dengan yang lainnya.
Shadowadalah bagian yang ada pada diri seseorang, namun di luar kesadarannya, terutama bagian yang tidak sama
dengan citra diri seseorang, dan karena itu ditekan ke dalam jiwa tak sadarnya, depresi. Kecenderungan yang bersifat
merugikan, “negatif”, maka shadow sering bermunculan sebagai sosok yang mengerikan. Pengalaman-pengalaman
seseorang yang berkaitan dengan shadow ini sangat membantu perkembangan spiritual seseorang (bertahap), bahkan sering
terjadi “balik arah”, konversi secara instan.
Agama memiliki peran signifikan yang turut memberikan sumbangsih bahkan mewarnai empat arketip mendasar
tersebut agar menjadi sebuah nilai yang bermakna dalam kehidupannya, termasuk memberikan sumbangan dalam
mengatur seseorang secara psikologis dalam meredam permasalahan-permasalahan (psikologis) yang dialami setiap orang.
Siapapun dan di manapun, kehidupan seseorang “pasti” pernah mengalami problem-problem kehidupan, dengan tingkat
permasalahan yang beragam. Problem dan permasalahan seseorang yang berkelanjutan, disadari maupun tidak dapat
memicu munculnya frustasi dan/atau depresi. Di sinilah agama memiliki peran yang penting bagi “pengamanan” jiwa
seseorang dari terjangkitnya frustasi atau depresi.
HAKIKAT DAN SUBSTANSI AGAMA
Kata “agama” merupakan salah satu kata yang menarik perhatian dunia pengetahuan. Dalam kenyataannya, makna
agama terkadang menimbulkan kontroversi yang tidak jarang efeknya lebih besar dibandingkan arti penting
permasalahannya. Hal ini tidak lepas dari pemahaman, sudut pandang, serta penempatan yang berbeda tentang makna
agama. Faktor lain adalah terdapatnya beberapa kepercayaan yang diyakini sebagai agama, di samping tidak jelasnya batasanbatasan
yang jelas memperlakukan agama dalam kajian sehari-hari menjadikan semakin mempersulit untuk mendefinisikan
agama. Walaupun demikian, bukan berarti karena sulitnya untuk mendefinisikan tentang agama tersebut, maka agama
menjadi kabur maknanya. Sekali lagi, ini disebabkan oleh pemahaman dan sudut pandang yang berbeda dalam memaknai
agama. Lihat saja pendapat-pendapat bombastis tentang agama. Karl Marx mengatakan bahwa agama adalah candu bagi
masyarakat. Banyak yang “berontak” dengan pernyataan Marx ini. Namun, bila dilihat dari latar belakang pemikirannya,
maka dapat “dipahami” karena sebagai orang yang bebas nilai, Marx menganggap agama membatasi diri manusia dalam
berekspresi dan berperilaku sebebas-bebasnya. Orang yang beragama hidupnya akan dibebani dengan ibadat, ke gereja, ke
masjid dan sebagainya. Ritual-ritual semacam itu tidak ada dalam “kamus” Marx.
Apabila kita mengikut dengan pendapat Hegel yang mengatakan bahwa agama adalah pengetahuan yang dimiliki oleh
akal terbatas. Pemahaman ini akan membawa pengertian bahwa agama yang diyakini oleh manusia sebagai produk
pemikiran dalam pengertian yang amat sempit. Dengan demikian, agama hanyalah produkhasil pemikiran atau perenungan
manusia (karya ilmiah) saja. Bila pendapat Hegel ini dianut secara radikal, maka seseorang akan dengan sangat mudah
mendeklarasikan agama, bahkan akan berimbas pada mudahnya seseorang mendeklarasikan dirinya sebagai Nabi bahkan
Tuhan.
Banyaknya pendapat mengenai agama dalam pandangannya masing-masing yang semata-mata terbatasnya
pengetahuan dan pengalaman tentang keagamaan. Bagaimana seseorang dapat mengungkapkan definisi tentang agama bila
dia sendiri tidak pernah mempunyai pengalaman tentang keagamaan. Tidak jarang agama dipahami dari pendekatan “kirakira”.
Hal ini tidak dapat semata-mata disalahkan karena memang agama itu sendiri mempunyai peran yang amat kompleks
bagi tiap individu bahkan antarmasyarakat sehingga menimbulkan banyak persepsi. Kadang kala agama diterjemahkan
sebagai salah satu cara untuk bertingkah-laku atau dimaknai sebagai aturan untuk hidup, dipahami dalam pengertian sebagaisistem kepercayaan, mungkin juga ditempatkan sebagai penghubung spiritual, atau juga agama adalah emosi yang bercorak,
dan sebagainya.
Salah satu ciri khas dari agama adalah pengakuan dan keyakinan seseorang terhadap adanya Sang Khaliq tentang
keberadaan alam semesta ini, yang disebut Tuhan. Setiap agama meyakini adanya Tuhan yang memiliki kekuasaan dan
mengatur setiap gerak aksesoris alam. Keyakinan yang mendalam terhadap keberadaan Tuhan akan melahirkan pikiran,
sikap, dan perilaku yang tercermin pada nilai-nilai ke-Tuhan-an yang diyakininya. Jangankan yang berbeda agama, bagi yang
seagama saja terdapat perbedaan satu dengan yang lainnya. Semakin dalam pemahaman dan keyakinannya terhadap Tuhan,
maka akan semakin tinggi kualitas dan kuantitas ritual keagamaan yang dilakukannya.3
Adapun beberapa definisi agama menurut berbagai tokoh atau ilmuwan antara lain sebagaimana akan disebutkan di
bawah ini. James Martinean mendefiniskan agama sebagai kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup, yakni kepada Jiwa
dan kehendak Illahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia.
Sementara itu, Herbert Spencer mengungkapkan bahwa agama adalah pengakuan bahwa segala sesuatu adalah
manifestasi dari kuasa yang melampaui pengetahuan kita. Kemudian J.G. Fraizier mengungkapkan bahwa agama
dimaksudkan sebagai upaya menyenangkan atau berdamai dengan kuasa-kuasa di atas manusia yang dipercayai dapat
mengarahkan dan mengendalikan jalannya alam dan kehidupan manusia. F.H. Bradley menungkapkan bahwa agama
hanyalah upaya mengungkapkan realitas sempurna tentang kebaikan melalui setiap aspek wujud kita. Lalu Mathew Arnold
dengan ramah mengungkapkan bahwa agama adalah etika yang ditingkatkan, dinyalakan, dan diterangi oleh perasaan. J.M.I
McTaggard secara pribadi mengungkapkan baginya bahwa agama yang paling baik digambarkan sebagai emosi yang
didasarkan pada keyakinan akan harmoni di antara diri kita dan alam semesta secara keseluruhan.
Dengan nada lain C.P. Tiele mengungkapkan bahwa pada hakikatnya agama adalah disposisi atau kerangka pikir yang
murni dan luhur yang kita sebut sebagaikesalehan.
Edward Caird mengungkapkan bahwa agama yang dimiliki oleh seseorang adalah ungkapan dari sikap akhirnya pada
alam semesta, makna, dan tujuan singkat dari seluruh kesadarannya pada segala sesuatu.
Vergilius Fern mengungkapkan bahwa beragama berarti melakukan dengan cara tertentu dan sampai tingkat tertentu
penyesuaian vital (betapapun tentatif dan tidak lengkap) pada apapun yang ditanggapi atau yang secara implisit atau eksplisit
dianggap layak diperhatikan secara serius dan sunggung-sungguh.
Jika Freud menganggap agama adalah ilusi, maka sebaliknya dengan C.G. Jung yang memandang bahwa agama adalah
jalan menuju keutuhan. Jung mendefinisikan agama sebagai keterkaitan antara kesadaran dan proses psikis tidak sadar yang
mempunyai kehidupan tersendiri. Agama adalah pertimbangan dan pengamatan yang cermat pada faktor dinamis,
kekuasaan, pada tenaga-tenaga tidak sadar, dan pada simbol-simbol yang mengungkapkan kehidupan tenaga-tenaga ini, pada
yang batiniah, yakni gerakan dinamis di luar kendali kesadaran.
Senada dengan Jung, William James mengatakan bahwa agama sebagai jalan menuju keunggulan manusia. Sementara
itu, Robert H. Thouless mengatakan bahwa agama adalah hubungan praktis yang dirasakan dengan apa yang dipercayai
sebagai makhluk atau wujud yanglebih tinggi daripada manusia.
AGAMA DAN KEBUTUHAN MANUSIA
Agama sebagaimana yang kita pahami, kini semakin mendapatkan tempat dalam berbagai kajian, baik yang memang
khusus berkaitan dengan agama maupun kajian-kajian lain (umum/praktis) yang dengan sengaja atau tidak menyentuh
agama dalam rasio berpikirnya. Hal ini tidak lepas dari keyakinan bahwa agama merupakan bagian dari kebutuhan seseorang
yang tidak dapat dilepaskan secara individu/pribadi maupun dalam tatanan sosial kemasyarakatan. Dilihat dari sisi
perilakunya, agama telah menunjukkan dan menopang gejala perilaku psikologis seseorang.
Seseorang akan merasa tidak tenang manakala kondisi kejiwaannya mengalami kegoncangan. Harun Yahya meyakini
bahwa ketidakyamanan kejiwaan dan kekhawatiran disebabkan oleh keengganannya terhadap agama.4 Dalam pandangan
lainnya, kegoncangan tersebut tidak lebih disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan (mendasar) seseorangyang meliputi kebutuhan jasmani, ruhani, dan sosial. Sementara itu, untuk memperbincangkan kebutuhan manusia berarti
membicarakan kebutuhan kita sendiri. Walaupun diakui bahwa kebutuhan manusia satu dengan yang lainnya tidak
selamanya berbeda. Terlebih bila kebutuhan tersebut sudah bersentuhan dengan rasa, maka akan sangat berbeda satu dengan
yang lain, dikarenakan setiap orang sangat rentan dan sensitif dalam menghadapi problem dan permasalahannya.
George J. Mouly (1873) mengungkapkan bahwa sesungguhnya secara umum manusia memiliki dua kebutuhan yang
ingin dan harus dipenuhinya, yaitu (1) kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan makanan, kebutuhan air, tidur, istirahat, dan
seks; (2) kebutuhan psikologis, yaitu kebutuhan yang meliputi kasih-sayang, rasa memiliki, berprestasi, mandiri, pengakuan
sosial, kebutuhan harga diri, dan sebagainya.
Adapula klasifikasi kebutuhan manusia sebagaimana Maslow dengan teorinya mengungkapkan bahwa kebutuhan
manusia adalah sebagai berikut.
Aktualisasi Diri
(memaksimalkan potensi)
Penghargaan(merasa berguna)
Sosial(pergaulan, cinta, dll.)
Rasa Aman(bebas dari rasa takut, pekerjaan mapan, dll.)
Fisiologi(kelangsungan hidup: makan, sandang, papan, seks, dll.)
Kebutuhan sebagaimana teori Maslow tersebut menunjukkan bahwa mengalami perkembangan seiring dengan
perkembangan kejiwaannya. Awalnya seseorang hanya membutuhkan bagaimana caranya memenuhi kebutuhan-kebutuhan
fisiologi, bagaimana dapat makan, sandang, papan, seks dan sejenisnya. Bila sudah terpenuhi kebutuhan fisiologinya, maka
dipastikan akan beranjak bagaimana rasa aman itu terpenuhi sebagai sebuah kebutuhan, lalu kebutuhan sosial, dan
seterusnya. Coba renungkan di mana letak agama ditempatkan sebagai kebutuhan!
Di sisi lain, Zakiyah Daradjat mengungkapkan bahwa kebutuhan manusia terbagi atas dua kebutuhan secara umum,
yaitu kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder.5 Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang dirasakan oleh jasmani yang
dibutuhkan dan didapat oleh manusia secara fitrah tanpa dipelajari, seperti kebutuhan sandang, pangan, papan, seks,
kebutuhan perlindungan diri, rasa ingin tahu, rasa humor, dan sebagainya. Sementara itu, kebutuhan sekunder adalah
kebutuhan ruhaniah, jiwa dan sosial. Kebutuhan skunder yang pokok, terbagi menjadi 6 kelompok;
1. kebutuhan pada rasa kasih sayang;
2. kebutuhan pada rasa aman;
3. kebutuhan pada rasa harga diri;
4. kebutuhan pada rasa bebas;
5. kebutuhan pada rasa sukses;
6. kebutuhan rasa ingin tahu.
Di samping kebutuhan yang bersifat individual tersebut, dalam realisasinya terdapat juga kebutuhan manusia yang
bersifat sosial. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang dipengaruhi atau datang dari luar sebagai stimulus. Kebutuhan ini
menurut Guilford, antara lain:
1. pujian dan hinaan;
2. kekuasaan dan mengalah;
3. pergaulan;
4. imitasi dan simpati;
5. perhatian
Kebutuhan-kebutuhan sosial tersebut dalam kehidupan bermasyarakat membentuk dan berbentuk nilai. Nilai-nilai
tersebut bukanlah berbentuk kebutuhan biologis, melainkan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat kejiwaan (ruhani). Manusiayang tidak dapat melepaskan diri dari kehidupan sosial tersebut, mau tidak mau membutuhkan agama dalam rangka
bersinergi dengan nilai-nilai sosial yang ada. Inilah mengapa manusia disebut sebagai homo religious sehingga manusia yang
dibekali kekuatan berpikir dan daya analisis, diberi pula rasa bingung dan kebimbangan untuk memahami dan belajar
mengenali alam sekitarnya. Hal inilah yang mendorong jiwa keagamaan muncul dalam diri seseorang karena dia akan
terangsang untuk mencari kekuatan yang dapat membimbing kejiwaannya, Tuhan, akhirnya ditemukan.
Yang kemudian menjadi permasalahan manakala serentetan kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh seseorang. Ia
dipastikan akan berusaha untuk dapat menyesuaikan diri agar dapat dengan cepat memenuhi asa yang diinginkannya. Tidak
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan manusia tersebut akan memicu lahirnya problem-problem kehidupan, artinya bahwa
problem dan permasalahan yang dihadapi seseorang amat universal, termasuk agama yang sudah menjadi pedoman
kehidupan seorang muslim.
AGAMA SEBAGAI SARANAMENGATASI FRUSTASI
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya” (Q.S. Ali Imran: 159).
Setiap orang dalam kehidupannya pasti pernah memiliki problem yang dialaminya. Problem dihadapi oleh masingmasing
tersebut amat bervariasi, dan biasanya tidak bisa terlepas dari pemenuhan kebutuhan (baik jasmani maupun ruhani)
dari masing-masing individu. Setiap orang memiliki keinginan untuk dapat mencukupi kebutuhan (jasmaninya) secara
mudah. Berbagai jalan dan usaha dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhannya tersebut. Tidak jarang, walaupun sudah
dengan berbagai upaya, tetapi usahanya tersebut belum dapat mewujudkan apa yang diinginkannya. Kelelahan, kekesalan,
kejenuhan, rasa putus-asa, gundah, dan sebagainya pun bercampur menjadi satu. Semuanya terasa amat sulit, terlebih bila
dibarengi dengan problem-problem lain, seperti anak nakal, tidak mudah diatur, senantiasa bikin ulah di sekolah, sementara
sang istri menuntut berbagaimacam kebutuhan rumah tangga, tempat beras yang sudah kosong, minyak yang sudah habis,
dan sebagainya. Kesemuanya sangat mendukung seseorang mengalami stres, frustasi, bahkan dapat mengakibatkan depresi
dan gangguan jiwa.
Stres dan depresi yang dianggap sebagai penyakit di zaman kita, tidak hanya berbahaya secara kejiwaan, tetapi juga
mewujud dalam berbagai kerusakan tubuh. Gangguan umum yang terkait dengan stres dan depresi adalah beberapa bentuk
penyakit kejiwaan, ketergantungan pada obat terlarang, gangguan tidur, gangguan pada kulit, perut dan tekanan darah. Tentu
saja stres dan depresi bukanlah satu-satunya penyebab semua ini, namun secara ilmiah telah dibuktikan bahwa penyebab
gangguan kesehatan semacam itu biasanya bersifat kejiwaan.6
Masih segar dalam ingatan kita, ada beberapa ibu rumah tangga yang tega membunuh (seluruh) anaknya, dengan alasan
karena kurangnya pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga, atau adanya ketakutan tidak dapat memenuhi kebutuhan anakanaknya.
Dalam tingkatan tersebut, seseorang sudah mengalami frustasi dan depresi yang mengarah kepada gangguan
kejiwaan.
Di sisi lain, tidak jarang juga orang yang merasa hampa dengan kehidupannya, padahal ia memiliki harta yang
melimpah. Memiliki beberapa rumah mewah, dengan halaman luas, mobilnya banyak hingga garasinya tidak muat untuk
menyimpan mobil mewahnya. Namun, di balik serba kemewahan tersebut, banyak di antara mereka yang merasa kehampaan
dalam hidupnya. Bapaknya sibuk dengan urusan bisnis, ibunya sibuk dengan arisan dan kegiatan sosial. Sementara
itu, sang anak sibuk sendiri dengan urusan muda-mudi. Semua anggota keluarga sibuk dengan urusan dan kegiatan masingmasing,
di antara anggota keluarga jarang saling bertemu, berkumpul, apalagi bersenda-gurau di antara mereka. Suasana ini
sering dijumpai dalam kehidupan bermasyarakat, dan apabila kita penggemar sinetron, maka hal itu adalah bukan kondisi
yang asing. Hal ini merupakan gambaran sebagian kelompok masyarakat di Indonesia.
Kesibukan masing-masing pribadi anggota keluarga menjadikan kehidupan dalam keluarga kehilangan ruh dan hampa.
Kurangnya perhatian orangtua kepada anak merupakan embrio adanya perilaku menyimpang yang dilakukan anak, dan ini
tidak jarang menjadi pemicu konflik keluarga (suami-istri), saling menyalahkan. Akan menjadi parah manakala ditambahdengan adanya problem pekerjaan, yang menambah runyam keguncangan jiwanya. Dalam kondisi inilah, peran agama
sangat terasa membantu dalam menentramkan kejiwaannya. Dengan landasan agama, wudlu akan menyirami kepenatannya,
shalat akan meredam emosinya, alunan ayat-ayat al-Qur’an akan membendung amarahnya. Keihlasan menjadi acuan
tingkah-lakunya, dan sabar menjadi pegangan dalam menghadapi problem dan permasalahannya. Sungguh terasa amat
sejuk, damai, dan nyaman setelah mengenal dengan mendalam mukjizat ajaran Islam.
Terlihat agama mampu meredam gejolak problem kejiwaan dan berperan sebagai sarana untuk mengatasi frustasi yang
dialami seseorang. Agama memang ada yang menyebutkan berasal dari bahasa Sanksekerta, a yang artinya tidak,dan gama
yang artinya kacau. Dengan demikian, agama dengan menggabungkan dua kata tersebut dimaknai sebagai tidak kacau,
artinya bahwa agama berfungsi untuk memelihara integritas dari seseorang atau sekelompok orang agar hubungannya
dengan sesama, Tuhan, dan alam sekitarnya menjadi tidak kacau. Pengertian ini juga dapat diambil dari bahasa Inggris,
religius, yang berasal dari bahasa Latin, religio yang berakar pada kata religare, yang berarti mengikat. Dalam pengertian ini,
religiomemuat aturan tentang kebaktian bagaimana manusia mengutuhkan hubungannya dengan realitas tertinggi (hablun
mina Allah) dalam penyembahan dan hubungannya dengan sesama (hablun mina annas). Religare juga mengandung
makna melihat kembali ke belakang kepada hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan Tuhan yang harus diresponnya agar
menjadi pedoman atau panduan dalam hidupnya.
Keengganan orang-orang yang jauh dari agama untuk taat kepada Allah menyebabkan mereka terus-menerus
menderita perasaan tidak nyaman, khawatir, dan stres. Akibatnya, mereka terkena berbagai macam penyakit kejiwaan yang
mewujud pada keadaan raga mereka. Tubuh mereka lebih cepat mengalami kerusakan, dan mereka mengalami penuaan
yang cepat dan lemah. Ketika seseorang menderita stres, tubuhnya bereaksi dan membangkitkan tanda bahaya sehingga
memicu terjadinya beragam reaksi biokimia dalam tubuh. Kadar adrenalin dalam aliran darah meningkat; penggunaan energi
dan reaksi tubuh mencapai titik tertinggi; gula, kolesterol dan asam-asam lemak tersalurkan ke dalam aliran darah; tekanan
darah meningkat dan denyutnya mengalami percepatan. Ketika glukosa tersalurkan ke otak, kadar kolesterol naik. Dalam
rentang waktu lama berujung pada kemunculan dini gangguan-gangguan seperti diabetes, penyakit jantung, tekanan darah
tinggi, kanker, penyakit pernafasan, dan eksim.7
Kondisi di atas dapat menimpa siapa saja, terutama bagi mereka yang tidak memiliki kedamaian rasa dalam dirinya.
Dalam hal ini, semua pakar sepakat bahwa orang yang agresif, pemarah, tidak sabar, khawatir, cemas, dan mudah tersinggung
akan memiliki berpeluang lebih besar terkena penyakit atau gangguan sebagaimana disebutkan di atas. Terlebih dalam
kondisi dan perkembangan peradaban saat ini, yang sangat mudah memicu munculnya benih-benih gangguan tersebut.
...hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah sempit oleh mereka, serta mereka
telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja ...8
Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya
pada hari kiamat dalam keadaan buta ...9
Petikan dua ayat di atas menunjukkan bahwa dengan beragama, seseorang akan terhindar dari kesempitan dan
kegelapan (buta). Agama memang tidak memberikan pemenuhan kebutuhan secara jasmani, namun agama menawarkan
kepuasan rasa (lewat syukur) dan kepasrahan terhadap segala apa yang terjadi. Dengan demikian, akan menciptakan
kedamaian yang menghindarkan diri dari ketidaknyamanan, kekhawatiran, dan kegundahan jiwa. Intinya dalam kondisi
apapun, agama dapat muncul sebagai jawaban atas segala problem manusia dan menjadi penampakan tertinggi yang secara
misterius sangat membantu seseorang dalam menemukan kedamaian jiwanya, walaupun terkadang agama muncul sebagai
sesuatu yang menakutkan di samping menjadi sesuatu yang memesonakan. Untuk mencapai kedamaian tersebut, seorang
beragama tidak lantas berdiam diri dengan nilai yang didapatinya, namun ia harus merespon bahkan terdesak secara batiniah
untuk merespon nilai-nilai tersebut. Merespon nilai-nilai keagamaan inilah yang nantinya akan bersentuhan dengan pokokpokok
agama yang akan menjadikan tuntunan, baik dalam berpikir dan berperilaku yang secara realitanya mampu meredam gejala frustasi maupun depresi yang dialami seseorang. Secara lebih rinci lagi, nilai dan manfaat agama sebagai sarana mengatasi frustasi tergambar dalam beberapa pandangan
sebagai berikut.
1. Agama Menanamkan Rasa untuk Senantiasa Pasrah
Pasrah atau tawakal dengan sepenuh hati atas usaha yang diinginkannya seraya menyandarkan kepercayaan kepada
Allah yang menentukan dan memutuskan segala sesuatu yang ada, termasuk usaha yang dilakukannya. Walaupun
menanamkan pasrah tidak berarti keinginan mencapai tujuan/keinginan tanpa usaha. Tawakal dan berdoa diikuti dengan
usaha memiliki peran yang besar, khususnya dalam memacu semangat seeorang untuk mencapai usaha yang diinginkannya.
Dari pengamatan psikologis, tawakal yang benar-benar dilakukan seseorang akan menjadi sarana yang paling efektif untuk
menggapai tujuan yang diinginkannya. Dengan tawakal yang dilakukan seseorang akan menyandarkan hasil usahanya pada
kekuasaan yang maujud, di balik kekuasaan, kemurahan, dan kelembutan Allah SWT, di mana akan dikikis habis segala
bentuk frustasi dan kemalasan.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakal kepada-Nya.10
2. Tujuan Agama adalah Membawa Umatnya pada Kebahagiaan
Semua pasti sepakat bahwa tidak ada agama yang bertujuan untuk menyengsarakan umatnya. Semua agama yang ada
di dunia ini, memiliki tujuan yang sama, yakni untuk memuliakan umatnya. Dengan beragama, seseorang akan merasa mulia
paling tidak di mata kelompoknya. Manakala seseorang yang senantiasa menyandarkan perbuatannya kepada Allah, maka
nilai yang akan muncul adalah kemuliaan di mata Allah. Mereka yakin bahwa semakin kita berserah kepada Allah dan
mengikuti setiap ajaran atau nilai yang diajarkan, maka kita akan semakin mulia. Dasar inilah yang menjadikan seseorang
senantasa berlindung kepada Allah SWT. Dengan berserah diri itulah, keamanan dan kenyamanan akan dapat terwujud,
hilangnya rasa takut dalam dirinya, selain takut kepada Allah. Apabila seseorang menyadari bahwa apa yang ditakdirkan
mengenainya tidaklah akan meleset darinya, dan apa yang meleset ditakdirkan darinya tidaklah akan mengenainya, maka
jiwanya akan tenang. Hasil ketenangan jiwa inilah yang kemudian melahirkan sikap untuk senantiasa menyerahkan segala
sesuatu kepada Allah SWT, untuk menggapai kemuliaan sejati.
3. Agama Senantiasa Senafas dengan Ilmu Pengetahuan
Maka renungkanlah al-Qur’an itu dan carilah keagungan makna-maknanya, sehingga memungkinkan Anda meraih pertemuan ilmu-ilmu
klasik dan ilmu-ilmu modern dan seluruh permulaan-permulaannya di dalamnya. Perenungan terhadap al-Qur’an ini dimaksudkan untuk
mencapai penggambaran ringkas ilmu-ilmu tersebut, sampai pengetahuan yang terinci, dan ini laksana samudera yang tak bertepi.11
Melalui al-Qur’an agama Islam memadukan insight (pengetahuan yang mendalam), ilmu pengetahuan, dan amal sosial
dalam suatu formula untuk dipegang teguh oleh manusia. Artinya, Islam sangat mengedepankan ilmu pengetahuan dalam
berinteraksi dan berkehidupan sosial. Dengan demikian, agama seharusnya tidak hanya menjadi sesuatu yang hanya
dimanfaatkan untuk kepentingan manusia (something to use), tetapi lebih fungsional sebagai comprehensive commitment
dan driving integrating motiveyang mengatur seluruh hidup seseorang.12Dengan mengacu pada pernyataan tersebut, Islam
tidak ada keraguan Islam yang senafas dengan peradaban. Perbedaan yang muncul dalam kehidupan masyarakat merupakan
dinamisasi nilai-nilai keislaman yang saling mendukung dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya.
Syari’at Islam yang benar (sempurna dan universal) telah memerintahkan untuk mempelajari semua ilmu pengetahuan
yang memiliki nilai manfaat. Hal ini membuktikan bahwa Islam menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Kini sudah banyak
disiplin ilmu yang senafas dengan upaya-upaya untuk mewujudkan bahwa nilai-nilai Islam senantiasa senafas dengan
perkembangan zaman.
4. Agama Memadukan Kepentingan Manusia secara Utuh (Ruh, Hati, dan Tubuh)
Ruh, hati, dan tubuh adalah organ-organ dan aspek atau aksesoris manusia yang tidak dapat dipisahkan. Ketiganya
menyatu tidak dapat terpisahkan dan saling membutuhkan. Ketiga aksesoris tersebut merupakan aspek yang paling penting
dan diunggulkan dari aspek lainnya, serta kepentingan yang satu tidak merampas kepentingan yang lain. Segala sesuatunya
berjalan dengan sangat cermat, harmonis dan seimbang. Sebab jika salah satunya tidak mendukung kegiatan lainnya, maka
tidak akan menciptakan hasil yang diinginkan.Walaupun Islam memberikan perhatian yang besar kepada aspek penyucian
jiwa dan peningkatan ke derajat keberuntungan, namun ia tidak mengabaikan hak-hak indera (tubuh). Islam memberikan
nuansa dan peran yang adil untuk setiap organ tubuh yang dimiliki.
Sebagai bukti bahwa Islam sangat menjunjung tinggi tiga aspek tersebut, antara lain adanya perintah untuk menjaga ruh
dengan senantiasa menjalin komunikasi (i’tikaf, dzikir, shalat, atau ritual keagamaan lainnya) kepada Tuhannya. Di samping
itu menyirami hati dengan pikiran, perilaku. serta amal yang positif sehingga kedamaian dan ketenangan hati akan tumbuh
mekar dengan segar. Sementara itu, untuk menjaga kebugaran tubuh, Islam mengajarkan kita untuk memakan makanan
yang halal, sehat, minuman yang baik, dandiperbolehkan mengeksplorasi alam dan lingkungan untuk “kesenangan” dirinya,
sepanjang senafas dengan aturan agama.
5. Agama Menjunjung Tinggi Akal Manusia
Islam sangat menjunjung tinggi akal sehat, menghargai perannya, mengangkat kedudukannya, tidak mengekangnya,
serta tidak mengingkari aktivitasnya. Dalam berbagai ayat al-Qur’an, Islam justru menantang akal untuk mengamati di balik
keberadaan dunia, yang memberikan peluang seluas-luasnya kepada akal untuk “mengkritisi” segala ketetapan Tuhan
berkaitan dengan alam semesta. Sesungguhnya tujuan tantangan kepada akal tersebut agar manusia dapat memahami
ketetapan Ilahi dengan memberdayakan akal sebagai sarananya, di samping untuk mengetahui rahasia-rahasia alam semesta
dan fakta-fakta kehidupan.
Islam meminta agar setiap insan mengamati langit dan bumi, merenungkan dirinya sendiri dan tanda-tanda kekuasan
Allah SWT yang ada di sekitarnya. Dengan demikian, Islam adalah agama yang amat menghormati kedudukan dan peran
akal manusia. Dalam suatu riwayat Islam memberikan kabar buruk bagi mereka yang tidak menggunakan akal, mereka
melakukan “tradisi” apa yang dilakukan leluhurnya.
6. Agama Mengakui Perasaan Manusiawi dan Mengarahkannya ke Arah yang Benar
Perasaan adalah sesuatu yang bersifat naluri (insting), dan setiap manusia yang normal pasti memiliki perasaan. Islam
bukanlah aqidah yang beku dan statis, melainkan aqidah yang hidup dan dinamis. Islam sangat mengakui perasaan
manusiawi dan mengarahkannya kepada jalan yang benar sehingga mampu menjadi sarana untuk menuju kebaikan dan
pengembangannya.
Melalui aqidah, agama Islam mengendalikan perasaan cinta, benci, dan perasaan lainnya yang perlu diproses untuk
mendapatkan pertimbangan matang dari pemilik perasaan tersebut sehingga lahirlah sikap bijaksana, interaksi sosial yang
tinggi, serta landasan yang kokoh dalam menentukan pilihan atas dasar pertimbangan-pertimbangan yang benar.
7. Aqidah Islam Fleksibel dan Mampu Menjawab Segala Problem Kehidupan
Islam diturunkan untuk memberikan rahmat bagi seluruh alam semesta, termasuk pula dalam menyelesaikan konflik
dan problematika yang muncul dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama. Melalui agama problem permasalahan
seseorang dapat dipertemukan dalam penyatuan jiwa antar-pemeluknya.Agama bagi sebagian besar orang menjadi kebutuhan yang paling esensial di antara kebutuhan-kebutuhan lainnya
karena agama adalah kebutuhan mendasar dari manusia yang menginginkan kedamaian dan kebahagiaan. Agama memiliki
peranan vital dalam kehidupan manusia, mengatur tatanan kehidupan secara pribadi sekaligus memberikan kontribusi yang
sangat meyakinkan bagi kehidupan dan tatanan struktur sosial kemasyarakat. Dilihat dari perannya, maka agama mengatur
pemeluknya untuk senantiasa berada dalam rel-rel yang telah ditentukan. Sementara itu, aturan yang terdapat dalam agama
(Islam) mencakup seluruh aspek kebutuhan manusia, baik manusia sebagai makhluk individu dengan bebagai kebutuhan
dan egonya, maupun manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berhubungan dengan orang lain. Keyakinan terhadap
agama memberikan efek bagi setiap individu karena agama mampu menggairahkan semangat hidup seseorang, meluaskan
kepribadian, memperbarui daya hidup, serta mampu memberikan makna dan kemuliaan baru pada hal-hal yang biasa dalam
kehidupan.
C.G. Jung, seorang psikiater Swiss mengungkapkan bahwa agama adalah jalanmenuju keutuhan.1 Dengan demikian,
tidak ada jalan lain untuk mencapai kesempurnaan pada diri seseorang sebelum ia meyakini dan menjalankan ajaran agama
yang diyakininya. Ia berpendapat bahwa kita akan menemukan kualitas jiwa keagamaan yang maksimal, manakala kita
melakukan aktualisasi diri atau ritual-ritual keagamaan secara mandiri (dengan khusu’), dan tidak akan diperoleh hanya
dengan mengikuti ritual-ritual keagamaan secara kolektif.
Agama bagi Jung didefinisikan sebagai keterkaitan antara kesadaran dan proses psikis tidak sadar yang memiliki
kehidupan tersendiri.2 Dengan demikian, agama baginya sangat berperan positif dalam penyembuhan dan pengembangan
psikologis manusia. Agama sangat membantu seseorang dalam menemukan jati diri atau pribadinya, the self. Proses dan
perkembangan untuk menemukan jati diri itulah yang disebut dengan individuasi. Ia menyebutkan bahwa ada empat arketip
paling mendasar yang menunjukkan kejiwaan seseorang yang paling mendasar, yaitu persona, animus, anima,dan shadow.
Persona seseorang akan menutupi ego dan kekurangan seseorang sehingga yang tampak adalah “penampakan” yang
terbaik. Hal ini biasanya berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan “buruk” dalam pandangan orang banyak, namun dimiliki
seseorang sehingga persona ini merupakan penampakan image baik di hadapan orang lain. Misalnya, bagaimana seseorang
tahu diri untuk menahan buang angin, tatkala sedang berkumpul dengan teman-teman. Sementara animus dan animadipandang sebagai aspek kejiwaan yang paling penting dari sudut pandang klinis. Animus
merupakan aspek kelaki-lakian yang terdapat pada diri seorang wanita, sedangkan anima merupakan aspek kewanitaan yang
ada pada diri laki-laki. Masing-masing termasuk pula cara masing-masing merasakan, menilai, membuat konsep, dan
berhubungan. Baik animus maupun anima berperan membimbing kejiwaan seseorang saat berinteraksi gejolak kejiwaan
satu dengan yang lainnya.
Shadowadalah bagian yang ada pada diri seseorang, namun di luar kesadarannya, terutama bagian yang tidak sama
dengan citra diri seseorang, dan karena itu ditekan ke dalam jiwa tak sadarnya, depresi. Kecenderungan yang bersifat
merugikan, “negatif”, maka shadow sering bermunculan sebagai sosok yang mengerikan. Pengalaman-pengalaman
seseorang yang berkaitan dengan shadow ini sangat membantu perkembangan spiritual seseorang (bertahap), bahkan sering
terjadi “balik arah”, konversi secara instan.
Agama memiliki peran signifikan yang turut memberikan sumbangsih bahkan mewarnai empat arketip mendasar
tersebut agar menjadi sebuah nilai yang bermakna dalam kehidupannya, termasuk memberikan sumbangan dalam
mengatur seseorang secara psikologis dalam meredam permasalahan-permasalahan (psikologis) yang dialami setiap orang.
Siapapun dan di manapun, kehidupan seseorang “pasti” pernah mengalami problem-problem kehidupan, dengan tingkat
permasalahan yang beragam. Problem dan permasalahan seseorang yang berkelanjutan, disadari maupun tidak dapat
memicu munculnya frustasi dan/atau depresi. Di sinilah agama memiliki peran yang penting bagi “pengamanan” jiwa
seseorang dari terjangkitnya frustasi atau depresi.
HAKIKAT DAN SUBSTANSI AGAMA
Kata “agama” merupakan salah satu kata yang menarik perhatian dunia pengetahuan. Dalam kenyataannya, makna
agama terkadang menimbulkan kontroversi yang tidak jarang efeknya lebih besar dibandingkan arti penting
permasalahannya. Hal ini tidak lepas dari pemahaman, sudut pandang, serta penempatan yang berbeda tentang makna
agama. Faktor lain adalah terdapatnya beberapa kepercayaan yang diyakini sebagai agama, di samping tidak jelasnya batasanbatasan
yang jelas memperlakukan agama dalam kajian sehari-hari menjadikan semakin mempersulit untuk mendefinisikan
agama. Walaupun demikian, bukan berarti karena sulitnya untuk mendefinisikan tentang agama tersebut, maka agama
menjadi kabur maknanya. Sekali lagi, ini disebabkan oleh pemahaman dan sudut pandang yang berbeda dalam memaknai
agama. Lihat saja pendapat-pendapat bombastis tentang agama. Karl Marx mengatakan bahwa agama adalah candu bagi
masyarakat. Banyak yang “berontak” dengan pernyataan Marx ini. Namun, bila dilihat dari latar belakang pemikirannya,
maka dapat “dipahami” karena sebagai orang yang bebas nilai, Marx menganggap agama membatasi diri manusia dalam
berekspresi dan berperilaku sebebas-bebasnya. Orang yang beragama hidupnya akan dibebani dengan ibadat, ke gereja, ke
masjid dan sebagainya. Ritual-ritual semacam itu tidak ada dalam “kamus” Marx.
Apabila kita mengikut dengan pendapat Hegel yang mengatakan bahwa agama adalah pengetahuan yang dimiliki oleh
akal terbatas. Pemahaman ini akan membawa pengertian bahwa agama yang diyakini oleh manusia sebagai produk
pemikiran dalam pengertian yang amat sempit. Dengan demikian, agama hanyalah produkhasil pemikiran atau perenungan
manusia (karya ilmiah) saja. Bila pendapat Hegel ini dianut secara radikal, maka seseorang akan dengan sangat mudah
mendeklarasikan agama, bahkan akan berimbas pada mudahnya seseorang mendeklarasikan dirinya sebagai Nabi bahkan
Tuhan.
Banyaknya pendapat mengenai agama dalam pandangannya masing-masing yang semata-mata terbatasnya
pengetahuan dan pengalaman tentang keagamaan. Bagaimana seseorang dapat mengungkapkan definisi tentang agama bila
dia sendiri tidak pernah mempunyai pengalaman tentang keagamaan. Tidak jarang agama dipahami dari pendekatan “kirakira”.
Hal ini tidak dapat semata-mata disalahkan karena memang agama itu sendiri mempunyai peran yang amat kompleks
bagi tiap individu bahkan antarmasyarakat sehingga menimbulkan banyak persepsi. Kadang kala agama diterjemahkan
sebagai salah satu cara untuk bertingkah-laku atau dimaknai sebagai aturan untuk hidup, dipahami dalam pengertian sebagaisistem kepercayaan, mungkin juga ditempatkan sebagai penghubung spiritual, atau juga agama adalah emosi yang bercorak,
dan sebagainya.
Salah satu ciri khas dari agama adalah pengakuan dan keyakinan seseorang terhadap adanya Sang Khaliq tentang
keberadaan alam semesta ini, yang disebut Tuhan. Setiap agama meyakini adanya Tuhan yang memiliki kekuasaan dan
mengatur setiap gerak aksesoris alam. Keyakinan yang mendalam terhadap keberadaan Tuhan akan melahirkan pikiran,
sikap, dan perilaku yang tercermin pada nilai-nilai ke-Tuhan-an yang diyakininya. Jangankan yang berbeda agama, bagi yang
seagama saja terdapat perbedaan satu dengan yang lainnya. Semakin dalam pemahaman dan keyakinannya terhadap Tuhan,
maka akan semakin tinggi kualitas dan kuantitas ritual keagamaan yang dilakukannya.3
Adapun beberapa definisi agama menurut berbagai tokoh atau ilmuwan antara lain sebagaimana akan disebutkan di
bawah ini. James Martinean mendefiniskan agama sebagai kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup, yakni kepada Jiwa
dan kehendak Illahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia.
Sementara itu, Herbert Spencer mengungkapkan bahwa agama adalah pengakuan bahwa segala sesuatu adalah
manifestasi dari kuasa yang melampaui pengetahuan kita. Kemudian J.G. Fraizier mengungkapkan bahwa agama
dimaksudkan sebagai upaya menyenangkan atau berdamai dengan kuasa-kuasa di atas manusia yang dipercayai dapat
mengarahkan dan mengendalikan jalannya alam dan kehidupan manusia. F.H. Bradley menungkapkan bahwa agama
hanyalah upaya mengungkapkan realitas sempurna tentang kebaikan melalui setiap aspek wujud kita. Lalu Mathew Arnold
dengan ramah mengungkapkan bahwa agama adalah etika yang ditingkatkan, dinyalakan, dan diterangi oleh perasaan. J.M.I
McTaggard secara pribadi mengungkapkan baginya bahwa agama yang paling baik digambarkan sebagai emosi yang
didasarkan pada keyakinan akan harmoni di antara diri kita dan alam semesta secara keseluruhan.
Dengan nada lain C.P. Tiele mengungkapkan bahwa pada hakikatnya agama adalah disposisi atau kerangka pikir yang
murni dan luhur yang kita sebut sebagaikesalehan.
Edward Caird mengungkapkan bahwa agama yang dimiliki oleh seseorang adalah ungkapan dari sikap akhirnya pada
alam semesta, makna, dan tujuan singkat dari seluruh kesadarannya pada segala sesuatu.
Vergilius Fern mengungkapkan bahwa beragama berarti melakukan dengan cara tertentu dan sampai tingkat tertentu
penyesuaian vital (betapapun tentatif dan tidak lengkap) pada apapun yang ditanggapi atau yang secara implisit atau eksplisit
dianggap layak diperhatikan secara serius dan sunggung-sungguh.
Jika Freud menganggap agama adalah ilusi, maka sebaliknya dengan C.G. Jung yang memandang bahwa agama adalah
jalan menuju keutuhan. Jung mendefinisikan agama sebagai keterkaitan antara kesadaran dan proses psikis tidak sadar yang
mempunyai kehidupan tersendiri. Agama adalah pertimbangan dan pengamatan yang cermat pada faktor dinamis,
kekuasaan, pada tenaga-tenaga tidak sadar, dan pada simbol-simbol yang mengungkapkan kehidupan tenaga-tenaga ini, pada
yang batiniah, yakni gerakan dinamis di luar kendali kesadaran.
Senada dengan Jung, William James mengatakan bahwa agama sebagai jalan menuju keunggulan manusia. Sementara
itu, Robert H. Thouless mengatakan bahwa agama adalah hubungan praktis yang dirasakan dengan apa yang dipercayai
sebagai makhluk atau wujud yanglebih tinggi daripada manusia.
AGAMA DAN KEBUTUHAN MANUSIA
Agama sebagaimana yang kita pahami, kini semakin mendapatkan tempat dalam berbagai kajian, baik yang memang
khusus berkaitan dengan agama maupun kajian-kajian lain (umum/praktis) yang dengan sengaja atau tidak menyentuh
agama dalam rasio berpikirnya. Hal ini tidak lepas dari keyakinan bahwa agama merupakan bagian dari kebutuhan seseorang
yang tidak dapat dilepaskan secara individu/pribadi maupun dalam tatanan sosial kemasyarakatan. Dilihat dari sisi
perilakunya, agama telah menunjukkan dan menopang gejala perilaku psikologis seseorang.
Seseorang akan merasa tidak tenang manakala kondisi kejiwaannya mengalami kegoncangan. Harun Yahya meyakini
bahwa ketidakyamanan kejiwaan dan kekhawatiran disebabkan oleh keengganannya terhadap agama.4 Dalam pandangan
lainnya, kegoncangan tersebut tidak lebih disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan (mendasar) seseorangyang meliputi kebutuhan jasmani, ruhani, dan sosial. Sementara itu, untuk memperbincangkan kebutuhan manusia berarti
membicarakan kebutuhan kita sendiri. Walaupun diakui bahwa kebutuhan manusia satu dengan yang lainnya tidak
selamanya berbeda. Terlebih bila kebutuhan tersebut sudah bersentuhan dengan rasa, maka akan sangat berbeda satu dengan
yang lain, dikarenakan setiap orang sangat rentan dan sensitif dalam menghadapi problem dan permasalahannya.
George J. Mouly (1873) mengungkapkan bahwa sesungguhnya secara umum manusia memiliki dua kebutuhan yang
ingin dan harus dipenuhinya, yaitu (1) kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan makanan, kebutuhan air, tidur, istirahat, dan
seks; (2) kebutuhan psikologis, yaitu kebutuhan yang meliputi kasih-sayang, rasa memiliki, berprestasi, mandiri, pengakuan
sosial, kebutuhan harga diri, dan sebagainya.
Adapula klasifikasi kebutuhan manusia sebagaimana Maslow dengan teorinya mengungkapkan bahwa kebutuhan
manusia adalah sebagai berikut.
Aktualisasi Diri
(memaksimalkan potensi)
Penghargaan(merasa berguna)
Sosial(pergaulan, cinta, dll.)
Rasa Aman(bebas dari rasa takut, pekerjaan mapan, dll.)
Fisiologi(kelangsungan hidup: makan, sandang, papan, seks, dll.)
Kebutuhan sebagaimana teori Maslow tersebut menunjukkan bahwa mengalami perkembangan seiring dengan
perkembangan kejiwaannya. Awalnya seseorang hanya membutuhkan bagaimana caranya memenuhi kebutuhan-kebutuhan
fisiologi, bagaimana dapat makan, sandang, papan, seks dan sejenisnya. Bila sudah terpenuhi kebutuhan fisiologinya, maka
dipastikan akan beranjak bagaimana rasa aman itu terpenuhi sebagai sebuah kebutuhan, lalu kebutuhan sosial, dan
seterusnya. Coba renungkan di mana letak agama ditempatkan sebagai kebutuhan!
Di sisi lain, Zakiyah Daradjat mengungkapkan bahwa kebutuhan manusia terbagi atas dua kebutuhan secara umum,
yaitu kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder.5 Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang dirasakan oleh jasmani yang
dibutuhkan dan didapat oleh manusia secara fitrah tanpa dipelajari, seperti kebutuhan sandang, pangan, papan, seks,
kebutuhan perlindungan diri, rasa ingin tahu, rasa humor, dan sebagainya. Sementara itu, kebutuhan sekunder adalah
kebutuhan ruhaniah, jiwa dan sosial. Kebutuhan skunder yang pokok, terbagi menjadi 6 kelompok;
1. kebutuhan pada rasa kasih sayang;
2. kebutuhan pada rasa aman;
3. kebutuhan pada rasa harga diri;
4. kebutuhan pada rasa bebas;
5. kebutuhan pada rasa sukses;
6. kebutuhan rasa ingin tahu.
Di samping kebutuhan yang bersifat individual tersebut, dalam realisasinya terdapat juga kebutuhan manusia yang
bersifat sosial. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang dipengaruhi atau datang dari luar sebagai stimulus. Kebutuhan ini
menurut Guilford, antara lain:
1. pujian dan hinaan;
2. kekuasaan dan mengalah;
3. pergaulan;
4. imitasi dan simpati;
5. perhatian
Kebutuhan-kebutuhan sosial tersebut dalam kehidupan bermasyarakat membentuk dan berbentuk nilai. Nilai-nilai
tersebut bukanlah berbentuk kebutuhan biologis, melainkan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat kejiwaan (ruhani). Manusiayang tidak dapat melepaskan diri dari kehidupan sosial tersebut, mau tidak mau membutuhkan agama dalam rangka
bersinergi dengan nilai-nilai sosial yang ada. Inilah mengapa manusia disebut sebagai homo religious sehingga manusia yang
dibekali kekuatan berpikir dan daya analisis, diberi pula rasa bingung dan kebimbangan untuk memahami dan belajar
mengenali alam sekitarnya. Hal inilah yang mendorong jiwa keagamaan muncul dalam diri seseorang karena dia akan
terangsang untuk mencari kekuatan yang dapat membimbing kejiwaannya, Tuhan, akhirnya ditemukan.
Yang kemudian menjadi permasalahan manakala serentetan kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh seseorang. Ia
dipastikan akan berusaha untuk dapat menyesuaikan diri agar dapat dengan cepat memenuhi asa yang diinginkannya. Tidak
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan manusia tersebut akan memicu lahirnya problem-problem kehidupan, artinya bahwa
problem dan permasalahan yang dihadapi seseorang amat universal, termasuk agama yang sudah menjadi pedoman
kehidupan seorang muslim.
AGAMA SEBAGAI SARANAMENGATASI FRUSTASI
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya” (Q.S. Ali Imran: 159).
Setiap orang dalam kehidupannya pasti pernah memiliki problem yang dialaminya. Problem dihadapi oleh masingmasing
tersebut amat bervariasi, dan biasanya tidak bisa terlepas dari pemenuhan kebutuhan (baik jasmani maupun ruhani)
dari masing-masing individu. Setiap orang memiliki keinginan untuk dapat mencukupi kebutuhan (jasmaninya) secara
mudah. Berbagai jalan dan usaha dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhannya tersebut. Tidak jarang, walaupun sudah
dengan berbagai upaya, tetapi usahanya tersebut belum dapat mewujudkan apa yang diinginkannya. Kelelahan, kekesalan,
kejenuhan, rasa putus-asa, gundah, dan sebagainya pun bercampur menjadi satu. Semuanya terasa amat sulit, terlebih bila
dibarengi dengan problem-problem lain, seperti anak nakal, tidak mudah diatur, senantiasa bikin ulah di sekolah, sementara
sang istri menuntut berbagaimacam kebutuhan rumah tangga, tempat beras yang sudah kosong, minyak yang sudah habis,
dan sebagainya. Kesemuanya sangat mendukung seseorang mengalami stres, frustasi, bahkan dapat mengakibatkan depresi
dan gangguan jiwa.
Stres dan depresi yang dianggap sebagai penyakit di zaman kita, tidak hanya berbahaya secara kejiwaan, tetapi juga
mewujud dalam berbagai kerusakan tubuh. Gangguan umum yang terkait dengan stres dan depresi adalah beberapa bentuk
penyakit kejiwaan, ketergantungan pada obat terlarang, gangguan tidur, gangguan pada kulit, perut dan tekanan darah. Tentu
saja stres dan depresi bukanlah satu-satunya penyebab semua ini, namun secara ilmiah telah dibuktikan bahwa penyebab
gangguan kesehatan semacam itu biasanya bersifat kejiwaan.6
Masih segar dalam ingatan kita, ada beberapa ibu rumah tangga yang tega membunuh (seluruh) anaknya, dengan alasan
karena kurangnya pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga, atau adanya ketakutan tidak dapat memenuhi kebutuhan anakanaknya.
Dalam tingkatan tersebut, seseorang sudah mengalami frustasi dan depresi yang mengarah kepada gangguan
kejiwaan.
Di sisi lain, tidak jarang juga orang yang merasa hampa dengan kehidupannya, padahal ia memiliki harta yang
melimpah. Memiliki beberapa rumah mewah, dengan halaman luas, mobilnya banyak hingga garasinya tidak muat untuk
menyimpan mobil mewahnya. Namun, di balik serba kemewahan tersebut, banyak di antara mereka yang merasa kehampaan
dalam hidupnya. Bapaknya sibuk dengan urusan bisnis, ibunya sibuk dengan arisan dan kegiatan sosial. Sementara
itu, sang anak sibuk sendiri dengan urusan muda-mudi. Semua anggota keluarga sibuk dengan urusan dan kegiatan masingmasing,
di antara anggota keluarga jarang saling bertemu, berkumpul, apalagi bersenda-gurau di antara mereka. Suasana ini
sering dijumpai dalam kehidupan bermasyarakat, dan apabila kita penggemar sinetron, maka hal itu adalah bukan kondisi
yang asing. Hal ini merupakan gambaran sebagian kelompok masyarakat di Indonesia.
Kesibukan masing-masing pribadi anggota keluarga menjadikan kehidupan dalam keluarga kehilangan ruh dan hampa.
Kurangnya perhatian orangtua kepada anak merupakan embrio adanya perilaku menyimpang yang dilakukan anak, dan ini
tidak jarang menjadi pemicu konflik keluarga (suami-istri), saling menyalahkan. Akan menjadi parah manakala ditambahdengan adanya problem pekerjaan, yang menambah runyam keguncangan jiwanya. Dalam kondisi inilah, peran agama
sangat terasa membantu dalam menentramkan kejiwaannya. Dengan landasan agama, wudlu akan menyirami kepenatannya,
shalat akan meredam emosinya, alunan ayat-ayat al-Qur’an akan membendung amarahnya. Keihlasan menjadi acuan
tingkah-lakunya, dan sabar menjadi pegangan dalam menghadapi problem dan permasalahannya. Sungguh terasa amat
sejuk, damai, dan nyaman setelah mengenal dengan mendalam mukjizat ajaran Islam.
Terlihat agama mampu meredam gejolak problem kejiwaan dan berperan sebagai sarana untuk mengatasi frustasi yang
dialami seseorang. Agama memang ada yang menyebutkan berasal dari bahasa Sanksekerta, a yang artinya tidak,dan gama
yang artinya kacau. Dengan demikian, agama dengan menggabungkan dua kata tersebut dimaknai sebagai tidak kacau,
artinya bahwa agama berfungsi untuk memelihara integritas dari seseorang atau sekelompok orang agar hubungannya
dengan sesama, Tuhan, dan alam sekitarnya menjadi tidak kacau. Pengertian ini juga dapat diambil dari bahasa Inggris,
religius, yang berasal dari bahasa Latin, religio yang berakar pada kata religare, yang berarti mengikat. Dalam pengertian ini,
religiomemuat aturan tentang kebaktian bagaimana manusia mengutuhkan hubungannya dengan realitas tertinggi (hablun
mina Allah) dalam penyembahan dan hubungannya dengan sesama (hablun mina annas). Religare juga mengandung
makna melihat kembali ke belakang kepada hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan Tuhan yang harus diresponnya agar
menjadi pedoman atau panduan dalam hidupnya.
Keengganan orang-orang yang jauh dari agama untuk taat kepada Allah menyebabkan mereka terus-menerus
menderita perasaan tidak nyaman, khawatir, dan stres. Akibatnya, mereka terkena berbagai macam penyakit kejiwaan yang
mewujud pada keadaan raga mereka. Tubuh mereka lebih cepat mengalami kerusakan, dan mereka mengalami penuaan
yang cepat dan lemah. Ketika seseorang menderita stres, tubuhnya bereaksi dan membangkitkan tanda bahaya sehingga
memicu terjadinya beragam reaksi biokimia dalam tubuh. Kadar adrenalin dalam aliran darah meningkat; penggunaan energi
dan reaksi tubuh mencapai titik tertinggi; gula, kolesterol dan asam-asam lemak tersalurkan ke dalam aliran darah; tekanan
darah meningkat dan denyutnya mengalami percepatan. Ketika glukosa tersalurkan ke otak, kadar kolesterol naik. Dalam
rentang waktu lama berujung pada kemunculan dini gangguan-gangguan seperti diabetes, penyakit jantung, tekanan darah
tinggi, kanker, penyakit pernafasan, dan eksim.7
Kondisi di atas dapat menimpa siapa saja, terutama bagi mereka yang tidak memiliki kedamaian rasa dalam dirinya.
Dalam hal ini, semua pakar sepakat bahwa orang yang agresif, pemarah, tidak sabar, khawatir, cemas, dan mudah tersinggung
akan memiliki berpeluang lebih besar terkena penyakit atau gangguan sebagaimana disebutkan di atas. Terlebih dalam
kondisi dan perkembangan peradaban saat ini, yang sangat mudah memicu munculnya benih-benih gangguan tersebut.
...hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah sempit oleh mereka, serta mereka
telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja ...8
Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya
pada hari kiamat dalam keadaan buta ...9
Petikan dua ayat di atas menunjukkan bahwa dengan beragama, seseorang akan terhindar dari kesempitan dan
kegelapan (buta). Agama memang tidak memberikan pemenuhan kebutuhan secara jasmani, namun agama menawarkan
kepuasan rasa (lewat syukur) dan kepasrahan terhadap segala apa yang terjadi. Dengan demikian, akan menciptakan
kedamaian yang menghindarkan diri dari ketidaknyamanan, kekhawatiran, dan kegundahan jiwa. Intinya dalam kondisi
apapun, agama dapat muncul sebagai jawaban atas segala problem manusia dan menjadi penampakan tertinggi yang secara
misterius sangat membantu seseorang dalam menemukan kedamaian jiwanya, walaupun terkadang agama muncul sebagai
sesuatu yang menakutkan di samping menjadi sesuatu yang memesonakan. Untuk mencapai kedamaian tersebut, seorang
beragama tidak lantas berdiam diri dengan nilai yang didapatinya, namun ia harus merespon bahkan terdesak secara batiniah
untuk merespon nilai-nilai tersebut. Merespon nilai-nilai keagamaan inilah yang nantinya akan bersentuhan dengan pokokpokok
agama yang akan menjadikan tuntunan, baik dalam berpikir dan berperilaku yang secara realitanya mampu meredam gejala frustasi maupun depresi yang dialami seseorang. Secara lebih rinci lagi, nilai dan manfaat agama sebagai sarana mengatasi frustasi tergambar dalam beberapa pandangan
sebagai berikut.
1. Agama Menanamkan Rasa untuk Senantiasa Pasrah
Pasrah atau tawakal dengan sepenuh hati atas usaha yang diinginkannya seraya menyandarkan kepercayaan kepada
Allah yang menentukan dan memutuskan segala sesuatu yang ada, termasuk usaha yang dilakukannya. Walaupun
menanamkan pasrah tidak berarti keinginan mencapai tujuan/keinginan tanpa usaha. Tawakal dan berdoa diikuti dengan
usaha memiliki peran yang besar, khususnya dalam memacu semangat seeorang untuk mencapai usaha yang diinginkannya.
Dari pengamatan psikologis, tawakal yang benar-benar dilakukan seseorang akan menjadi sarana yang paling efektif untuk
menggapai tujuan yang diinginkannya. Dengan tawakal yang dilakukan seseorang akan menyandarkan hasil usahanya pada
kekuasaan yang maujud, di balik kekuasaan, kemurahan, dan kelembutan Allah SWT, di mana akan dikikis habis segala
bentuk frustasi dan kemalasan.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakal kepada-Nya.10
2. Tujuan Agama adalah Membawa Umatnya pada Kebahagiaan
Semua pasti sepakat bahwa tidak ada agama yang bertujuan untuk menyengsarakan umatnya. Semua agama yang ada
di dunia ini, memiliki tujuan yang sama, yakni untuk memuliakan umatnya. Dengan beragama, seseorang akan merasa mulia
paling tidak di mata kelompoknya. Manakala seseorang yang senantiasa menyandarkan perbuatannya kepada Allah, maka
nilai yang akan muncul adalah kemuliaan di mata Allah. Mereka yakin bahwa semakin kita berserah kepada Allah dan
mengikuti setiap ajaran atau nilai yang diajarkan, maka kita akan semakin mulia. Dasar inilah yang menjadikan seseorang
senantasa berlindung kepada Allah SWT. Dengan berserah diri itulah, keamanan dan kenyamanan akan dapat terwujud,
hilangnya rasa takut dalam dirinya, selain takut kepada Allah. Apabila seseorang menyadari bahwa apa yang ditakdirkan
mengenainya tidaklah akan meleset darinya, dan apa yang meleset ditakdirkan darinya tidaklah akan mengenainya, maka
jiwanya akan tenang. Hasil ketenangan jiwa inilah yang kemudian melahirkan sikap untuk senantiasa menyerahkan segala
sesuatu kepada Allah SWT, untuk menggapai kemuliaan sejati.
3. Agama Senantiasa Senafas dengan Ilmu Pengetahuan
Maka renungkanlah al-Qur’an itu dan carilah keagungan makna-maknanya, sehingga memungkinkan Anda meraih pertemuan ilmu-ilmu
klasik dan ilmu-ilmu modern dan seluruh permulaan-permulaannya di dalamnya. Perenungan terhadap al-Qur’an ini dimaksudkan untuk
mencapai penggambaran ringkas ilmu-ilmu tersebut, sampai pengetahuan yang terinci, dan ini laksana samudera yang tak bertepi.11
Melalui al-Qur’an agama Islam memadukan insight (pengetahuan yang mendalam), ilmu pengetahuan, dan amal sosial
dalam suatu formula untuk dipegang teguh oleh manusia. Artinya, Islam sangat mengedepankan ilmu pengetahuan dalam
berinteraksi dan berkehidupan sosial. Dengan demikian, agama seharusnya tidak hanya menjadi sesuatu yang hanya
dimanfaatkan untuk kepentingan manusia (something to use), tetapi lebih fungsional sebagai comprehensive commitment
dan driving integrating motiveyang mengatur seluruh hidup seseorang.12Dengan mengacu pada pernyataan tersebut, Islam
tidak ada keraguan Islam yang senafas dengan peradaban. Perbedaan yang muncul dalam kehidupan masyarakat merupakan
dinamisasi nilai-nilai keislaman yang saling mendukung dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya.
Syari’at Islam yang benar (sempurna dan universal) telah memerintahkan untuk mempelajari semua ilmu pengetahuan
yang memiliki nilai manfaat. Hal ini membuktikan bahwa Islam menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Kini sudah banyak
disiplin ilmu yang senafas dengan upaya-upaya untuk mewujudkan bahwa nilai-nilai Islam senantiasa senafas dengan
perkembangan zaman.
4. Agama Memadukan Kepentingan Manusia secara Utuh (Ruh, Hati, dan Tubuh)
Ruh, hati, dan tubuh adalah organ-organ dan aspek atau aksesoris manusia yang tidak dapat dipisahkan. Ketiganya
menyatu tidak dapat terpisahkan dan saling membutuhkan. Ketiga aksesoris tersebut merupakan aspek yang paling penting
dan diunggulkan dari aspek lainnya, serta kepentingan yang satu tidak merampas kepentingan yang lain. Segala sesuatunya
berjalan dengan sangat cermat, harmonis dan seimbang. Sebab jika salah satunya tidak mendukung kegiatan lainnya, maka
tidak akan menciptakan hasil yang diinginkan.Walaupun Islam memberikan perhatian yang besar kepada aspek penyucian
jiwa dan peningkatan ke derajat keberuntungan, namun ia tidak mengabaikan hak-hak indera (tubuh). Islam memberikan
nuansa dan peran yang adil untuk setiap organ tubuh yang dimiliki.
Sebagai bukti bahwa Islam sangat menjunjung tinggi tiga aspek tersebut, antara lain adanya perintah untuk menjaga ruh
dengan senantiasa menjalin komunikasi (i’tikaf, dzikir, shalat, atau ritual keagamaan lainnya) kepada Tuhannya. Di samping
itu menyirami hati dengan pikiran, perilaku. serta amal yang positif sehingga kedamaian dan ketenangan hati akan tumbuh
mekar dengan segar. Sementara itu, untuk menjaga kebugaran tubuh, Islam mengajarkan kita untuk memakan makanan
yang halal, sehat, minuman yang baik, dandiperbolehkan mengeksplorasi alam dan lingkungan untuk “kesenangan” dirinya,
sepanjang senafas dengan aturan agama.
5. Agama Menjunjung Tinggi Akal Manusia
Islam sangat menjunjung tinggi akal sehat, menghargai perannya, mengangkat kedudukannya, tidak mengekangnya,
serta tidak mengingkari aktivitasnya. Dalam berbagai ayat al-Qur’an, Islam justru menantang akal untuk mengamati di balik
keberadaan dunia, yang memberikan peluang seluas-luasnya kepada akal untuk “mengkritisi” segala ketetapan Tuhan
berkaitan dengan alam semesta. Sesungguhnya tujuan tantangan kepada akal tersebut agar manusia dapat memahami
ketetapan Ilahi dengan memberdayakan akal sebagai sarananya, di samping untuk mengetahui rahasia-rahasia alam semesta
dan fakta-fakta kehidupan.
Islam meminta agar setiap insan mengamati langit dan bumi, merenungkan dirinya sendiri dan tanda-tanda kekuasan
Allah SWT yang ada di sekitarnya. Dengan demikian, Islam adalah agama yang amat menghormati kedudukan dan peran
akal manusia. Dalam suatu riwayat Islam memberikan kabar buruk bagi mereka yang tidak menggunakan akal, mereka
melakukan “tradisi” apa yang dilakukan leluhurnya.
6. Agama Mengakui Perasaan Manusiawi dan Mengarahkannya ke Arah yang Benar
Perasaan adalah sesuatu yang bersifat naluri (insting), dan setiap manusia yang normal pasti memiliki perasaan. Islam
bukanlah aqidah yang beku dan statis, melainkan aqidah yang hidup dan dinamis. Islam sangat mengakui perasaan
manusiawi dan mengarahkannya kepada jalan yang benar sehingga mampu menjadi sarana untuk menuju kebaikan dan
pengembangannya.
Melalui aqidah, agama Islam mengendalikan perasaan cinta, benci, dan perasaan lainnya yang perlu diproses untuk
mendapatkan pertimbangan matang dari pemilik perasaan tersebut sehingga lahirlah sikap bijaksana, interaksi sosial yang
tinggi, serta landasan yang kokoh dalam menentukan pilihan atas dasar pertimbangan-pertimbangan yang benar.
7. Aqidah Islam Fleksibel dan Mampu Menjawab Segala Problem Kehidupan
Islam diturunkan untuk memberikan rahmat bagi seluruh alam semesta, termasuk pula dalam menyelesaikan konflik
dan problematika yang muncul dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama. Melalui agama problem permasalahan
seseorang dapat dipertemukan dalam penyatuan jiwa antar-pemeluknya.
turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya sebagai nilai ibadah.13
Dalam pandangan psikologis, agama dimaknai dalam berbagai pengertian dan sudut pandang. Akal dan kebebasan
berpikir yang dimiliki manusia menjadikan sudut pandang yang berbeda dalam memaknai agama sehingga tidak jarang
agama menimbulkan makna sekaligus ritual yang beragam. Banyak faktor yang mempengaruhi perbedaan-perbedaan
tersebut, mulai dari keyakinan, tradisi, lingkungan, bahasa, dan masih banyak lagi. Ada yang berpendapat bahwa pangkal
agama terletak pada ritual ibadahnya, namun ada pula yang beranggapan bahwa agama terletak pada akhlak serta pengabdian
kita kepada sesama manusia. Adapula yang bersikap “ekstrim” bahwa agama dimaknai dengan pengorbanan untuk suatu
keyakinan, berlatih, dan mencari bekal untuk mati atau mencari mati (istyhad) demi keyakinan. Dari kondisi ini, maka
menterjemahkan agama haruslah mampu pula melihat sudut pandang yang berbeda, yang mampu mewakili seluruh
kelompok sudut pandang yang ada.
Seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan agama memang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan modern.
Apapun alasan kebenciannya, betapapun ia tidak percaya kepada Tuhan, betapa pun ia bebas nilai, namun ia tidak dapat
melepaskan diri dari kehidupan beragama. Oleh karena itulah kini permasalahan agama (Islam), tidak lepas dari incaran
kajian-kajian keilmuan yang berkembang. Hingga lahirlah ekonomi Islam, politik Islam, filsafat Islam, sosiologi Islam,
psikologi Islam, psikoterapi Islam, bahkan mulai muncul kedokteran ala Islam. Sementara itu, kajian yang dekat untuk
mengetahui karakteristik dan perilaku kejiwaan adalah psikologi sehingga untuk mengetahui kejiwaan masalah keagamaan
adalah psikologi agama, yang kini mulai mendapat sambutan hangat dari para ilmuwan, baik yang dirinya memang sudah
berbasis agama, maupun yang secara murni ingin mengetahui (nonagama).
Bagi manusia beragama, keberadaan agama akan menyentuh bagian terdalam dari dirinya. Sementara itu, psikologi
akan membantu seseorang dalam menghayati agamanya serta memahami penghayatan orang lain atas agama yang
diyakininya, dan membantu kita dalam menemukan kunci-kunci penyelesaian permasalahan. Sebagaimana kita ketahui, kita
amati, dan kita rasakan, kehadiran agama dalam kehidupan seseorang akan melahirkan atau menampakkan dirinya dalam
bermacam-macam realitas, mulai dari ajaran moral, aqidah, kepercayaan, hingga ideologi gerakan. Ideologi gerakan biasanya
merupakan penggabungan ekspresi diri untuk menghadirkan keyakinannya. Bentuknya sangatlah bermacam-macam, mulai
dari kegiatan spiritual yang bersifat individu, hingga ekspresi massal yang melambangkan kekuatan agama yang diyakini
secara bersama-sama. Semakin banyak massa yang mengikutinya mengindikasikan kebesaran dan kekuatan bahwa agama
yang diikutinya juga diyakini banyak orang. Termasuk di dalamnya ritual-ritual keagamaan yang dilakukan secara individu
maupun massal. Kondisi ini diakui atau tidak, sedikit menyulitkan untuk memahami agama secara ilmiah. Oleh karenanya
sebagian definisi dan ritual keagamaan tidak komprehensif, dan hanya memuaskan pembuat atau pengikutnya


 Masalah kejiwaan itu begitu luas, kompleks, mengandung banyak misteri dan hal-hal yang menarik sehingga selalu saja menantang manusia untuk mengadakan study intensif terhadapnya. Luas dan kompleksitasnya tidak hanya disebabkan oleh tidak mampunya orang mengkuantifisir gejala-gejala kejiwaan yang misterius itu , akan tetapi oleh sebab faktor-faktor penyebabnya bersifat multifaktor sehingga gejala-gejalanya juga bisa didekati dari berbagai macam perspektif. Berdasarkan hal tersebut berarti termasuk disiplin ilmu Antropologi juga bisa menyajikan wawasan yang khas mengenai gejala kejiwaan manusia yang dalam istilah Antropologinya adalah “Etnopsikiatri”. Etnopsikiatri meninjau penyakit jiwa berangkat dari hal tentang bagaimana masyarakat tradisional memandang dan menangani penyakit jiwa. (Foster & Anderson, 2005)
Penyakit gangguan jiwa menurut ilmu kedokteran pada intinya hampir tidak pernah disebabkan oleh satu kausa /penyebab yang tunggal; akan tetapi selalu disebabkan oleh satu rentetan kompleks faktor penyebab yang saling mempengaruhi dan terjalin satu sama lain. Penyebab gangguan kejiwaan pada seseorang tersebut bersifat multifaktor, yaitu disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu faktor organis atau somatic, faktor psikis dan struktur kepribadian dan faktor lingkungan sosial dan budaya. Ketiga faktor tersebut bekerja dan beroperasi 2
secara stimultan bersamaan. Penyebab penyakit jiwa atau gangguan psikis (Gangguan Skizofrenia) bersifat multifaktor, maka penanganannya pun harus melewati diagnostic yang multikasual (Kartini Kartono ,2002:41). Masalah gangguan jiwa menurut UU No.3-1996 adalah tugas pemerintah untuk melakukan upaya-upaya kuratif dan prefentif diantaranya pemerintah melalui Departemen Kesehatannya dengan mendirikan rumah-rumah sakit atau pusat-pusat rehabilitasi. Adapun fungsi rumah sakit jiwa itu meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. melindungi para pasien terhadap segala kemungkinan yang merusakkan diri mereka sendiri, rumah tempat tinggal mereka, pekerjaan mereka dll nya.
2. memudahkan keberadaan para pasien dengan memberi mereka perlindungan terhadap faktor-faktor lingkungan yang memicu dan mempererat hubungan mereka.
3. menyediakan perhatian yang mendukung, hubungan perseorangan, dan kesempatan-kesempatan pengungkapan diri.

Dalam rangka mempermudah penyembuhan dan pemulihan kesakitan mental pasien yang mengalami gangguan jiwa, maka fungsi rumah sakit jiwa atau panti-panti Rehabilitasi disini harus bisa menjadi sebuah lingkungan yang berpengaruh yaitu aman, dapat melindungi, melayani, memberi perhatian, pemeliharaan dan pembinaan kepada pasien penderita sakit jiwa sampai mencapai tingkat pulih dan dapat melakukan kembali fungsi sosialnya dimasyarakat. 3
Secara sederhana pengertian rehabilitasi adalah pemulihan kepada kedudukan yang semula atau yang sebagaimana mestinya. Menurut Jenny Marlindawani Purba.dkk(2008:9), Rehabilitasi /pemulihan adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar para penderita (gangguan jiwa) dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya adalah pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan. Banyak bagian masyarakat di Indonesia yang masih mengira bahwa penyakit “gila” ini selalu berkaitan dengan hal-hal gaib atau mistis, kerasukan setan, penyakit akibat ilmu sihir/santet, kutukan dan lain sebagainya. Gangguan-gangguan psikis (kejiwaan) bermacam-macam jenis dan tingkat kronisnya, dalam bahasa psikologisnya dikenal dengan nama “psikosis/ psikosa”, namun oleh masyarakat umumnya memandang penyakit gangguan jiwa mengacu hanya pada satu patokan yang disebut dengan istilah “gila” jika si penderita sudah berada pada tingkat yang kronis. Masyarakat biasanya beranggapan penderita yang sudah mengalami tingkat gangguan jiwa yang kronik mestinya dirawat di rumah sakit jiwa atau panti-panti rehabilitasi yang mengurus para penderita penyakit jiwa kronik. Karena jika penderita dibiarkan bebas hidup ditengah-tengah masyarakat dikhawatirkan akan mengganggu keamanan masyarakat sekitar.
Oleh karena hal itu, rumah sakit jiwa atau panti-panti rehabilitasi dibangun sebagai tempat yang mampu menampung dan memulihkan para penderita gangguan jiwa tersebut. Saat ini banyak berdiri panti-panti rehabilitasi untuk 4
membantu pemerintah menangani permasalahan ini serta membantu rumah sakit jiwa milik pemerintah yang over kapasitas. Panti-panti rehabilitasi ini terdiri dari bermacam-macam latar belakang, sebagian ada berdiri atas biaya dari pemerintah namun ada juga yang berdiri atas biaya swasta ataupun oleh yayasan sosial atau agama tertentu.. Salah satunya adalah “Panti Rehabilitasi Bukit Doa” yang berdiri atas nama sebuah Yayasan Bukit Doa / Taman Getsemany terletak di Jl.Tuntungan Golf, No:120, Desa Durin Jangak, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan hasil wawancara awal penulis dengan beberapa para petugas panti serta melihat data arsip panti, Panti Rehabilitasi Bukit Doa berdiri sejak Januari tahun 1983. Panti Rehabilitasi Bukit Doa mengemban tugas untuk melayani dan membina orang-orang yang terkena penyakit jiwa (gila) dengan berbagai latar belakang mulai dari akibat ketergantungan narkoba, stress akibat berbagai masalah pribadi pasien, serta akibat yang dalam keyakinan masyarakat karena kutukan atau penyakit karena ilmu sihir/santet. Memiliki jumlah pasien 75 orang, Panti Rehabilitasi Bukit Doa berfungsi sebagai tempat untuk melindungi, memperhatikan, memelihara, mengobati dan sebagai tempat pembelajaran pasien penderita gangguan jiwa agar bisa diterima kembali dimasyarakat kelak jika si pasien sudah pulih.
Para pasien yang ada dipanti tersebut berasal dari berbagai daerah asal, yaitu dari Kota Medan, Siantar, Dairi, Tanah Karo, Jambi, Jakarta serta sedikit dari penduduk di sekitar tempat Panti tersebut berdomisili. Awalnya para pasien yang dirawat merupakan sanak saudara, kerabat atau anggota keluarga dari salah 5
satu anggota jemaat Gereja Bukit Doa, namun perkembangannya kini dari mulut kemulut sehingga kebanyakan pasien yang dirawat kini bukan hanya sanak saudara, kerabat atau anggota keluarga dari salah satu anggota jemaat Gereja Bukit Doa saja. Hari kunjungan keluarga untuk melihat perkembangan pasien , ditentukan setiap hari Jumat. Beberapa dari pasien yang dirawat di Panti Rehabilitasi Bukit Doa sebelumnya pernah masuk ke Rumah Sakit Jiwa di berbagai daerahnya masing-masing, beberapa diantaranya juga pernah dirawat dirumahnya masing-masing dengan penyembuhan tradisional . Namun pada akhirnya, pihak keluarga si pasien sendirilah dengan alasan lelah dengan pengobatan di Rumah Sakit Jiwa atau dengan penyembuhan tradisional yang tak kunjung sembuh, maka mereka memutuskan untuk memindahkan si pasien dari perawatan rumah sakit jiwa atau di rumah masing-masing dengan penyembuhan tradisional beralih ke Panti Rehabilitasi Bukit Doa. Sebagian lagi para keluarga pasien memang langsung menjadikan sebagai pilihan utama tempat yang diyakini sebagai tempat penyembuhan yang paling bagus dalam merawat pasien penderita gangguan jiwa (Berdasarkan hasil wawancara awal dengan para petugas panti dan dengan beberapa anggota keluarga pasien).
Merujuk dari fakta tersebut, timbulah pertanyaan mengapa masyarakat (keluarga dari pasien) lebih memilih pengobatan alternatif (dalam penelitian ini yaitu Panti Rehabilitasi Bukit Doa) sebagai tempat untuk menyembuhkan si penderita penyakit gangguan jiwa ketimbang membawa si penderita ke Rumah 6
Sakit Jiwa dengan pengobatan secara medis; atau ke psikiater dengan pengobatan secara ilmu psikiatris; atau juga pengobatan-pengobatan tradisional lainnya Berdasarkan hasil wawancara awal penulis dengan pihak panti, Panti Rehabilitasi Bukit Doa dalam proses penyembuhannya tidak menggunakan tenaga-tenaga dari disiplin ilmu psikiatri (kejiwaan) walaupun ada kerja sama dengan pihak Rumah Sakit Jiwa untuk memberikan resep dan obat penennag dan obat saraf kepada pasien tertentu. Beberapa staff petugas panti yang berjumlah 11 orang hanya memiliki latar belakang pendidikan teologi Kristen dan Sarjana Ekonomi dan lainnya ada yang tamatan SMU Sederajat dan SLTP sedangkan pimpinan utama panti tersebut adalah seorang pendeta senior Gereja Bukit Doa (Wawancara awal dengan pihak panti). Berdasarkan hal tersebut, lalu timbullah pertanyaan bagaimana cara-cara penyembuhan pasien penderita penyakit gangguan jiwa di Panti Rehabilitasi Bukit Doa. Cara-cara penyembuhan di Panti Rehabilitasi Bukit Doa tentulah memilki arah/kecenderungan tersendiri dibandingkan dengan pengobatan-pengobatan penyakit gangguan jiwa lainnya seperti di Rumah Sakit Jiwa atau pengobatan tradisional lainnya. Merujuk pada uraian diatas, penulis menyebut arah atau kecenderungan proses penyembuhan di Panti Rehabilitasi Bukit Doa sebagai “Orientasi Penyembuhan di Panti Rehabilitasi Bukit Doa”.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian dari orientasi adalah suatu pandangan yang mendasari pikiran, perhatian dan kecenderungan mengenai sesuatu hal dan mengarah pada suatu tujuan ; suatu peninjauan/dasar untuk 7
menentukan sikap (arah, tempat, kiblat dan sebagainya) yang tepat dan benar untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Kang Mas Juqi dalam Blog nya di Worldpress.com, mendefenisikan “orientasi” sebagai suatu “kompas” atau arah proses yang dijalani seseorang pada suatu aspek kehidupan tertentu dalam hidupnya. Definisinya hampir sama dengan definisi visi, namun sebagai sedikit penggambaran, bahwa orientasi adalah “visi mini” yang menjadi pedoman untuk menggapai sebuah visi yang sebenarnya. Visi biasanya dikaitkan dengan misi-misi. Suatu misi bersifat lebih real jika dibandingkan dengan sebuah orientasi. Ketika sebuah misi mendefinisikan langkah-langkah real yang dilakukan untuk mencapai sebuah visi ataupun berupa target-target kecil yang menjadi parameter tarcapainya visi, maka bisa dikatakan orientasi adalah aturan-aturan yang mengatur agar misi-misi yang dibuat tidak keluar dari visi yang juga telah dibuat (Kang Mas Juqi, 2008). Pengertian “Orientasi” dalam penelitian ini berarti bagaimana pandangan dasar, arah/tujuan atau kecenderungan dari segala usaha penyembuhan yang dilakukan oleh Panti Rehabilitasi Bukit Doa terhadap para pasiennya. 1.2 Tinjauan Pustaka
Dari sudut pandang Antropologi, seperti menurut Foster & Anderson (2005: 99-100) Perhatian awal dari ahli antropologi terhadap penyakit mental mulanya sangatlah jauh dari bidang etnomedicine. Awal perhatiannya mulai dari pemahaman atas hubungan antara kepribadian (faktor psikis) dengan kekuatan-8
kekuatan budaya yang berpengaruh dan membentuk kepribadian walaupun dalam perjalanan selanjutnya mengalami kemajuan. Faktor keturunan (organis), faktor fisiologis (psikis), dan faktor psikososial-budaya, semua menjalankan peranan dalam menjelaskan timbulnya penyakit jiwa. Tujuan dari penelitian antropologi bukanlah untuk menegakkan dominasi dari satu kausa penyebab, tetapi untuk mempelajari hubungannya antara faktor-faktor tersebut yang saling berkaitan (Foster & Anderson, 2005 : 120). Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan dari sudut pandang psikologi dan kesehatan yang menurut Kartini Kartono (2002:27), gangguan-gangguan psikis (kejiwaan) pada intinya hampir tidak pernah disebabkan oleh satu kausa /penyebab yang tunggal; akan tetapi selalu disebabkan oleh satu rentetan kompleks faktor penyebab yang saling mempengaruhi dan terjalin satu sama lain. Sebab musabab gangguan kejiwaan pada seseorang tersebut bersifat multifaktor, yaitu disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu pertama faktor organis atau somatic; kedua, faktor psikis atau struktur kepribadian; dan terakhir yaitu faktor lingkungan sosial dan budaya. Oleh karena penyebab gangguan jiwa yang multifaktor, maka penanganannya dan penyembuhannya pun harus melewati diagnostik yang multikasual oleh ahli kesehatan sesuai dengan penyebabnya (2002:41).
Lebih lanjut, Kartini Kartono menjelaskan detailnya faktor-faktor organis atau somatic misalnya terdapat kerusakan pada otak yang disebabkan oleh faktor genetic, virus, dan luka-luka, gangguan nerotrasmitter di otak sehingga sulit mengontrol dirinya dan seterusnya yang bersifat organis. Faktor-faktor psikis atau 9
kepribadian misalnya perasaan sedih/duka, depresi/stress, perasaan harga diri yang rendah bisa mengakibatkan ketidakseimbangan mental dan dersintegrasi kepribadian. Faktor-faktor sosio-cultural misalnya sebagai akibat arus modernisasi dan industrialisasi, ketidakmampuan diri dalam beradaptasi dengan perubahan-perubahan sosial yang sangat cepat membuat seseorang menderita bermacam-macam gangguan psikis (Kartono, 2002 : 31). Defenisi penyakit jiwa menurut seorang ahli psikologi, (Abu Ahmadi dalam Jonathan 1997:41) mengatakan bahwa penyakit jiwa (Gangguan Skizofrenia) adalah penyakit yang dapat menyebabkan seseorang tidak dapat menyesuaikan diri terhadap setiap lingkungan dengan cukup baik, terhadap hal-hal yang baik, tidak dapat memperlihatkan emosi yang stabil, tidak mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri untuk melakukan perbuatan dan prestasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Helman 1984 : 41 (dalam Sembiring, 1999) mengungkapkan hal mengenai bidang kajian Antropologi dan lebih menekankan bahwa ahli Antropologi lebih tertarik pada bagaimana faktor-faktor kebudayaan mempengaruhi persepsi dan tingkah laku, isi dari halusinasinya atau delusinasinya atau pandangan-pandangan dari si pasien, Antropologi Psikiatri atau psikiatri cultural yang melihat dari segi sosial dan lingkungan memiliki beberapa hal yang perlu diperhatikan meliputi : kajian nilai-nilai, pandangan-pandangan, falsafah-falsafah, keyakinan, tahyul yang mendorong timbulnya gangguan jiwa dengan melihat tingkat berat budaya (tuntutan budaya apa yang tidak tertanggulangi sehingga seseorang bisa sakit jiwa). 10
Menurut Foster & Anderson (2005:100) ada beberapa perhatian khusus yang ditangani oleh para ahli antropologi seperti berikut :
1. Defenisi budaya tentang “normal” dan “abnormal” serta bagaimana penyakit jiwa diakui dan didefenisikan dalam masyarakat lain diluar masyarakat modern.
2. Penjelasan non-modern tentang penyakit jiwa
3. Cara-cara dari segi budaya untuk menangani tingkah laku menyimpang yang didefenisikan sebagai abnormal.
4. Terjadinya penyakit jiwa dalam masyarakat-masyarakat dengan kompleksitas yang berbeda.
5. Demografi penyakit jiwa, yang meliputi : frekuensi, sebab-sebab, dan kondisi-kondisi pencetusnya.

Cara-cara budaya dalam menangani penyakit jiwa juga bervariasi, walaupun banyak bentuk tingkah laku menyimpang nampaknya bersifat universal, cara-cara untuk menanganinya, nilai-nilai sosial yang diberikan kepada tingkah laku menyimpang, dan cara-cara pengobatannya sangat bervariasi (Foster & Anderson, 2005 : 106). Tindakan-tindakan penyembuhan berkaitan erat dengan ide-ide tentang sebab penyebab sakit dan bentuk-bentuk penggolongan penyakit (Kleinman, 1968 : 208-209). Setiap sistem kesehatan menggunakan suatu model penjelasan yang mungkin berbeda dari model yang digunakan oleh sistem-sistem yang lain (Kleinman, 1968:209).11
G.M.Foster dan Anderson (2005 : 53) membagi sistem kesehatan berdasarkan kepercayaan dan penjelasan tentang sebab-sebab penyakit atas : 1). Sistem kesehatan personalistik; dan 2). Sistem kesehatan naturalistik. Dalam sistem kesehatan personalistik, penyakit disebabkan akibat adanya campur tangan dari agen-agen tertentu yang memiliki pribadi : seperti roh-roh gaib, tukang tenun, kutukan dewa, dan lain-lain. Dalam sistem kesehatan Naturalistik Penyakit dianggap terjadi akibat dari adanya gangguan keseimbangan didalam tubuh manusia atau antara tubuh manusia dengan lingkungannya. seperti adanya penyakit panas dan dingin dalam sistem kesehatan Jawa (Kalangie, 1980 : 62-79). Sistem kesehatan personalistik menurut mereka cenderung dimiliki oleh masyarakat-masyarakat bersahaja : kelompok-kelompok manusia yang masih berburu dan meramu misalnya. Sistem kesehatan Naturalistik cenderung dimiliki oleh masyarakat-masyarakat perkotaan dengan kebudayaan yang lebih maju. Dalam hal ini masyarakat pedesaan berada ditengah-tengah antara personalistik dan naturalistik. Proses penyembuhan pada sistem kesehatan personalistik cenderung dilakukan secara ritual yang bersifat ketuhanan atau gaib, sedangkan dalam sistem kesehatan naturalistik cenderung menggunakan ramuan obat-obatan.
Beberapa ahli antropologi tidak setuju dengan pembagian bentuk diatas (J.D Frank, 1964 : vii) misalnya, walaupun dia juga membagi kepercayaan tentang sebab penyebab penyakit atas dasar naturalistik (alamiah) dan supernalistik (supra alamiah), akan tetapi dia tidak membagi sistem kesehatan atas dasar tersebut. 12
Menurutnya kedua kepercayaan ini dapat berlaku sekaligus secara bervariasi didalam suatu sistem kesehatan tertentu. Etiologi penyakit yang ada di masyarakat mendorong kesatuan hubungan antara keadaan fisik dengan keadaan emosional seseorang. Serupa halnya, bila penyakit fisik merupakan hasil dari hilangnya keseimbangan tubuh, maka dalam penyakit jiwa merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara tubuh, pikiran dan sifat, maka perlu ada pemulihan kembali antara unsur-unsur tersebut (Foster & Anderson, 2005 : 97). Sebagian besar masyarakat di Indonesia, walaupun telah menerima masuknya sistem kesehatan modern yang telah tersedia dengan segala fasilitas yang lengkap, tetapi masih tetap mengkaitkan suatu penyakit dengan hal-hal ketuhanan atau gaib, Sehingga banyak masyarakat yang menyimpulkan bahwa penyembuhan yang baik adalah dengan penyembuhan yang juga berkaitan dengan hal-hal gaib dan ketuhanan (Job Purba, 1989 :11). Begitu jugalah sama halnya masyarakat di Indonesia memandang dan memahami penyakit gangguan jiwa yang biasanya disebut dengan istilah “gila” selalu berkaitan dengan hal-hal gaib dan ketuhanan. Banyak bagian masyarakat di Indonesia yang masih mengira bahwa penyakit “gila” ini selalu berkaitan dengan hal-hal gaib atau mistis, kerasukan setan, penyakit akibat ilmu sihir/santet, kutukan dan lain sebagainya. Sama hal nya kepercayaan terhadap penyakit-penyakit fisik, penyembuhan yang baik adalah yang penyembuhan yang berkaitan dengan hal-hal gaib dan ketuhanan. 13
Dalam penelitian Juara R. Ginting (1986) mengenai “ Pandangan tentang Gangguan Jiwa dan Penanggulangannya Secara Tradisional pada Masyarakat Karo”. Orang Karo menyebut semua jenis gangguan jiwa adalah “Mehado”. Mehado memperlihatkan berbagai gejala tingkah laku menyimpang seperti halnya orang-orang yang mengamuk dijalanan, berjalan tanpa pakaian dan lain sebagainya. Bagi masyarakat Karo penentuan seseorang sebagai penderita gangguan jiwa dilakukan setelah adanya pernyataan dari seorang penyembuh seperti seorang dukun atau dokter. Penyebab penyakit jiwa pada masyarakat ini adalah karena gangguan alamiah, gangguan roh-roh gaib, dan akibat tindakan masa lalu. Pada kepercayaan orang Karo, gangguan jiwa digolongkan sebagai bagian dari “Liah” (kesialan) yang dapat terjadi akibat tidak adanya “pasu-pasu” (berkat Tuhan). Sehubungan dengan hal tersebut, menurut Frazer (Dalam Koentjaraningrat, 1980:275) , mengatakan bahwa kalau manusia dalam hidupnya tak dapat mencapai keinginannya, atau maksud dan tujuannya, karena ia sampai kepada batas kemampuan sistem pengetahuannya atau ilmu pengetahuannya itu tadi, maka ia sering akan mencari usaha lain untuk mencapai kehendaknya, ia sering akan lari ke religi atau agama, dan mendoa kepada ruh-ruh, dewa-dewa atau Tuhan untuk mendapat apa yang diingininya itu.
William A. Haviland (1988:193) mengatakan bahwa Agama atau Religi dapat dipandang sebagai kepercayaan dan pola perilaku, yang diusahakan oleh manusia untuk menangani masalah-masalah penting yang tidak dapat dipecahkan dengan menggunakan teknologi dan teknik organisasi yang diketahuinya. Untuk 14
mengatasi keterbatasan itu orang berpaling kepada manipulasi makhluk dan kekuatan supranatural. Dalam hal ini termasuk masalah-masalah kesehatan seperti kesehatan jiwa yang tidak dapat disembuhkan secara total oleh pengobatan modern dengan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti di rumah sakit jiwa sehingga banyak orang berpaling kepada pengobatan alternative yang berkaitan dengan religi atau agama. Dalam penelitian ini, penulis melihat banyak para kerabat atau keluarga yang membawa pasien penderita penyakit jiwa ini yang pada awalnya sudah lelah pengobatan dengan ilmu pengetahuan di rumah sakit jiwa, beralih ke panti rehabilitasi yang berdiri atas nama agama yaitu di Panti Rehabilitasi Bukit Doa. (berdasarkan hasil wawancara awal dengan keluarga salah satu pasien). Penelitian ini mengambil tema tentang “Orientasi Penyembuhan yang dilakukan di Panti Rehabilitasi Bukit Doa”, oleh sebabnya perlu diketahui defenisinya secara terperinci. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian dari orientasi adalah suatu pandangan yang mendasari pikiran, perhatian atau kecenderungan mengenai sesuatu hal dan mengarah pada suatu tujuan ; suatu peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, kiblat dan sebagainya) yang tepat dan benar untuk mencapai suatu tujuan.
Menurut Kang Mas Juqi (dalam Blog nya di Worldpress.com), mendefenisikan Orientasi sebagai suatu “kompas” proses yang dijalani seseorang pada suatu aspek kehidupan tertentu dalam hidupnya. Definisinya hampir sama dengan definisi visi yaitu niat, pandangan ke depan, ataupun suatu goal tertentu yang hendak dicapai seseorang, namun sebagai sedikit perbedaannya bahwa 15
Orientasi adalah “visi mini” yang menjadi pedoman untuk menggapai sebuah visi yang sebenarnya. Visi biasanya dikaitkan dengan misi-misi. Suatu misi bersifat lebih real jika dibandingkan dengan sebuah Orientasi. Ketika sebuah misi mendefinisikan langkah-langkah real yang dilakukan untuk mencapai sebuah visi ataupun berupa target-target kecil yang menjadi parameter tarcapainya visi, maka bisa dikatakan Orientasi adalah aturan-aturan yang mengatur agar misi-misi yang dibuat tidak keluar dari visi yang juga telah dibuat (Kang Mas Juqi, 2008). Pengertian “orientasi” dalam penelitian ini berarti bagaimana pandangan dasar, arah/tujuan atau kecenderungan dari segala usaha penyembuhan yang dilakukan oleh Panti Rehabilitasi Bukit Doa terhadap para pasiennya yang dirawatnya.